Laporan: Muchammad SyahputraJAKARTA,Tigapilarnews.com – Persidangan kasus penganiayaan PRT bernama Sri Siti Marni (20) alias Ani dengan terdakwa mantan majikannya Meta Hasan Musdalifah (40) kembali digelar di PN Jakarta Timur, Kamis (21/7/2016).Dalam persidangan kali ketiga ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Frengki Wibowo menolak eksepsi terdakwa. Menurut Frengki, eksepsi terdakwa sudah masuk ke dalam materi pokok perkara."Dalam hal ini keberatan atau eksepsi (pembelaan) penasihat hukum terdakwa telah masuk ke dalam materi pokok perkara. Jadi saya memohon untuk ditolak," ujar Frengki meminta kepada majelis hakim di PN Jakarta Timur, Kamis (21/7/2016) petang.Frengki menjelaskan mengenai surat dakwaan yang sudah diajukan pihaknya itu sudah sesuai dengan syarat sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 143 ayat 2 KUHP tentang surat dakwaan."Dan, sudah secara jelas terurai mengenai perbuatan terdakwa, dengan berdasarkan pemeriksaan BAP beserta para saksi-saksi maupun terdakwa sendiri," lanjut Frengki.Frengki menegaskan terkait eksepsi terdakwa, maka jaksa tidak akan menindak lanjuti hal tersebut."Sehingga dengan demikian terhadap keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya," tandas Frengki.Jaksa dalam kasus ini meminta agar majelis hakim menolak eksepsi terdakwa dan menyatakan bahwa surat dakwaan jaksa dapat diterima sehingga sidang dapat dilanjutkan.Jaksa juga meminta terdakwa Meta untuk tetap berada dalam tahanan rutan. Atas tanggapan JPU yang menolak eksepsi terdakwa, maka Hakim Ketua Novri Olo mengatakan terkait keputusannya akan disampaikan pada persidangan selanjutnya, Kamis (28/7/2016).Pada sidang sebelumnya, Kamis (14/7/2016), pengacara terdakwa Abi Prima Prawira keberatan dengan dakwaan jaksa dengan tuntutan 10 tahun penjara.Abi menyatakan kliennya berdasarkan pemeriksaan medis dan diagnosis dokter mengalami gangguan kejiwaan.Sehingga menurut Abi, terdakwa sesuai Pasal 44 KUHP, maka terdakwa penganiaya Ani, Meta Hasan Musdalifah tidak dapat dipidana.Pasal 44 KUHP menyebut: Seseorang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pidana jika cacat kejiwaan atau terganggung karena penyakit tidak bisa dipidanakan, dan Pasal 48 menegaskan barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.