Selasa, 14 Februari 2017 16:32 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Era teknologi yang semakin maju seperti sekarang ini memiliki dua mata pisau. Jika digunakan dengan benar akan memberikan nilai positif bagi kemajuan dan perekonomian suatu negara, sebaliknya jika digunakan secara tak bertanggungjawab dapat jadi ancaman serius, terutama bagi generasi muda.
Menurut Akamai report, Indonesia telah menjadi surga bagi penjahat cyber sejak 2013. Di tahun yang sama, Telematika Sharing Vision menyampaikan hasil penelitiannya bahwa Indonesia mendapat 42.000 serangan dunia maya per hari.
Data 2016 menunjukkan dari 1.627 kasus yang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada 2016, sebanyak 1.207 kasus atau sekitar 70% merupakan kasus kejahatan dunia maya atau cyber crime.
Siapakah mereka? Siaran Pers Prosperita Mitra Indonesia
– ESET Indonesia yang diterima Redaksi Tigapilarnews.com, Selasa (14/2/2017) menyebutkan, belum ada data resmi dari Kepolisian Republik Indonesia atau instansi berwenang lainnya tentang siapakah peretas yang menggunakan fasilitas internet di Indonesia itu.
Namun, sejak 2012 – April 2015, Subdit IT/Cyber Crime menangkap 497 tersangka kasus cyber crime, 389 orang di antaranya warga negara asing, dan 108 orang warga negara Indonesia.
Menurut Yudhi Kukuh, Technical Consultat PT Prosperita – ESET Indonesia, menemukan siapa yang bertanggungjawab dibalik sebuah kejahatan cyber sangatlah sulit. "Tapi kami menemukan makin banyak data yang menunjukkan pelaku cyber crime berasal dari Indonesia," kata dia.
Diungkapkan Kukuh, hal ini penting dikemukakan menyusul temuan penyebaran malware Remote Access Trojan lokal di Indonesia secara terbuka melalui beberapa forum lokal.
Pelaku menjajakan berbagai program RAT dengan harga yang cukup terjangkau. Penjualan malware Remote Access Trojan di forum lokal untuk disiarkan segera
.
Kejahatan cyber di Indonesia polanya mirip dengan kejahatan narkoba. Jika dulu Indonesia hanya menjadi sasaran kejahatan cyber, dengan besarnya jumlah pengguna internet yang kini mencapai 88.1 juta pengguna (data APJII), Indonesia telah berubah menjadi sarang pelaku kejahatan cyber.
“Sejak akhir 2016 kami sudah memprediksi kemunculan banyak malware lokal, terlebih lagi dengan mudahnya orang mendapatkan script yang disebar secara cuma-cuma atau diperjualbelikan dengan harga yang murah di dunia bawah tanah atau dark web menjadi salah satu pemicu semakin maraknya kejahatan siber di Indonesia. Temuan itu semakin “menguatkan” prediksi itu,” lanjut Yudhi.
Karena itu, diharpakan seluruh pihak, baik pemerintah, korporasi maupun seluruh lapisan masyarakat bersama-sama melakukan gerakan “Sadar Kejahatan Cyber”.
Pemerintah melakukan kampanye anti-kejahatan cyber bagi masyarakat terutama orangtua agar anak-anak mereka terlindung dari kejahatan cyber dan lebih jauh lagi tidak terlibat dalam kejahatan cyber.
Bagi korporasi harus memiliki program edukasi yang jelas dan berkala untuk setiap personel terkait keamanan data.
ESET sebagai salah satu pengembang antimalware terus mengedukasi berbagai lapisan masyarakat yang aktif menggunakan perangkat untuk memastikan seluruh perangkat yang terhubung ke dalam jaringan sudah menggunakan antimalware.
Begitu pula setiap mailserver harus sudah terlindungi dari spam dan malware. Keamanan cyber saat ini telah menjadi keharusan.