Laporan: Gita GintingJAKARTA, Tigapilarnews.com - Bareskrim Mabes Polri hari ini Kamis (28/7/2016), siap mengirimkan kembali dua berkas perkara vaksin palsu ke Kejaksaan Agung RI. Di mana berkas tersebut berisi jaringan pengepul, produksi, dan distribusi."Untuk kasus vaksin palsu, hari ini akan dikirim dua berkas perkara lagi. Nanti Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan meneliti untuk kelengkapan berkasnya," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (28/7/2016) siang.Martinus menjelaskan, berkas pertama yang akan diserahkan itu, berisi delapan jaringan yaitu Nuraini selaku pembuat vaksin palsu, Sugiyarti selaku pengumpul botol bekas, dan Riyan, Syahrul, Bidan Melly, dr Indra, dr Harmon, serta dr Dita selaku distributorSedangakan untuk berkas kedua, lanjut Martinus, berisi enam jaringan yaitu Syafrizal dan Iin sebagai pembuat vaksin palsu dan Seni, M Farid, dr Ade, serta Juanda selaku distributor.Kendati demikian, Martinus enggan menjawab siapa pelaku yang pertama kali memiliki ide untuk memalsukan vaksin. Menurutnya, hal itu merupakan kewenangan jaksa pada saat persidangan nantinya."Fakta-faktanya itu nanti seperti dapat ide dari mana, latar belakang apa, dari siapa, kapasitas sebagai apa, siapa di atasannya, itu semua dipetakan. Itu akan terbuka di sidang pengadilan," tandas Martinus.Untuk diketahui, penyidik Bareskrim Polri pada Jumat (21/7/2016) lalu, telah menyerahkan berkas pertama perkara vaksin palsu ke Kejaksaan. Di dalamnya ada beberapa nama tersangka yaitu Rita Agustina dan Hidayat selaku pembuat vaksin palsu. Sedangkan Sutarman, Mirza, Supardji, Milna, dan Irmawati selaku distributor.Dalam kasus ini Bareskrim Polri telah berhasil menangkap sebanyak 23 pelaku yang tersebar dibeberapa daerah diantaranya Jakarta, Bekasi, Banten dan Semarang. 23 pelaku saat ini tengah berada di rutan Bareskrim sementara untuk tiga pelaku tidak ditahan karena masih di bawah umur.Atas perbuatannya, mereka dijerat pasal 196 jo pasal 98 dan atau pasal 197 jo pasal 106 dan atau pasal 198 jo pasal 108 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan pasal 62 jo pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.