Rabu, 06 Maret 2024 15:06 WIB
JAKARTA, TIGAPILARNEWS.COM- Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) memperingatkan adanya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan padat karya.
Alasannya karena kinerja sektor bisnis ini diperkirakan masih akan tertekan di kuartal I/2024. Ketua Umum APSYFI, Redma Gita Wirawasta mengatakan, kinerja dan pendapatan perusahaan-perusahaan tekstil dan padat terus menurun selama tiga bulan pertama tahun ini.
“Kalau kita melihat di kuartal 1 (2024) sepertinya akan berlanjut turun ya, karena memang di bulan Januari, Februari kita masih mendengar teman-teman yang melakukan PHK gitu ya,” ujar Redma dalam sesi wawancara dengan IDX Channel.
Saat ini utilisasi pabrik berada di angka 40% atau terjun bebas dari posisi di tahun 2022, yakni 75-80%. Penurunan secara signifikan ini membuat kinerja tekstil dan padat negatif.
“Sekarang di hulu itu utilisasi sekitar 40 persen, itu di bulan Januari dan Februari. Artinya, di kuartal I/2024 ini akan tetap kemungkinan lebih dalam minus-nya dibandingkan kuartal IV (2023),” paparnya.
APSyFI mencatat, produk tekstil impor menguasai 70 persen pasar (market) di Tanah Air. Kondisi itu membuat kinerja industri tekstil lokal tertekan dan terus merugi. Redma mengaku, dominasi produk impor di pasar dalam negeri membuat industri tekstil lokal masuk dalam kategori terburuk dibandingkan 20 tahun terakhir.
Bahkan, Ramadan dan Lebaran yang menjadi momentum penting bagi perusahaan tekstil agar mendorong pertumbuhan bisnis pun minim harapan. Redma menyebut, tidak banyak harapan di benak para pengusaha tekstil untuk meraup untuk di momentum Ramadan dan Lebaran 2024 ini.
“Ada harapan sedikit, tapi optimisme sangat kecil. Untuk jenis beberapa produk itu ada harapan, tapi harapan mereka juga tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya karena barang impor sudah sangat banyak gitu,” beber dia.(mir)