Senin, 20 Juli 2020 15:24 WIB

Kemenkes Sebut 32 Persen Siswa Tak Punya Akses Belajar di Rumah Selama PSBB

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi belajar di rumah. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Fidiansjah mengatakan, sebanyak 32% siswa tidak punya akses untuk proses belajar di rumah selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona.

"Kita dapatkan dari salah satu lembaga masyarakat, Wahana Visi Indonesia menggambarkan, selama proses belajar yang ada di dalam masa PSBB ini, itu hanya sekitar 68% punya akses terhadap jaringan dari itu sendiri. Berarti 32% tidak mendapatkan sarana tersebut," kata Fidiansjah dalam diskusi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Senin (20/7/2020).

Fidiansjah mengatakan, dampaknya apa? "Dia harus mengalami proses belajar sendiri. Dan itu menimbulkan sesuatu dampak 37% anak tidak bisa mengetahui waktu belajar, karena tadinya rutin belajar lalu dia harus belajar mandiri," ucapnya.

Lalu kata Fidiansjah, sebanyak 30% anak kesulitan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru. "Bahkan 20% anak tidak memahami instruksi guru berdasarkan proses belajar daring," tuturnya.

Dari data ini kata Fidiansjah, PSBB mempengaruhi psikologis anak. "Nah dampak psikososial juga sesuatu yang mengkhawatirkan ada 47% anak bosan tinggal di rumah tadi dan kemudian 35% anak khawatir akan ketinggalan pelajaran karena tidak seperti biasa dia mengikuti pelajarannya," jelasnya.

Bahkan menurut dia, sebanyak 34% anak merasa takut terkena Covid-19 walaupun sudah berada di rumah. "Dan 2% merindukan ketemu dengan teman-temannya. Dan 10% anak merasa khawatir tentang penghasilan orang tua. Jadi dia juga ikut berpikir," ujarnya.

Selain itu Fidiansjah menyebutkan, data-data menyebutkan 11% anak mengalami keresahan fisik. "Karena tadi proses belajar mengajar yang tentu tidak lazim. Dan 60% anak mengalami kekerasan verbal. Jadi itu menggambarkan betapa tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak remaja pada periode ini kalau tidak diantisipasi dengan cepat," jelasnya.(exe)


0 Komentar