8 jam yang lalu
JAKARTA, TIGAPILARNEWS.COM- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memantau proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025/2026. Sebab, di sektor pendidikan masih rawan praktik korupsi.
"KPK melalui tugas koordinasi dan supervisi terus melakukan pendampingan dan pengawasan dalam upaya pencegahan korupsi di daerah, termasuk perbaikan tata kelola dunia pendidikan sebagai salah satu sektor pelayanan publik," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Senin (16/6/2025).
Dia menjelaskan pendidikan menjadi satu dari empat pelayanan publik yang berhubungan langsung dan banyak digunakan masyarakat. Karena itu, menjadi prioritas untuk dilakukan upaya pencegahan korupsi.
"Secara umum beberapa permasalahan korupsi layanan publik adalah pemberian gratifikasi seperti membayar lebih agar layanan bisa dipercepat, adanya pemerasan atau pungutan liar, kurangnya transparansi dan akuntabilitas, birokrasi yang rumit, pelayanan yang tidak responsif, sehingga minim kepuasan publik," ungkapnya.
Berikut permasalahan dan kerawanan korupsi yang masih ditemukan pada pelaksanaan pelayanan publik di sektor pendidikan antara lain:
1. Penyuapan/pemerasan/gratifikasi pada penerimaan peserta didik baru/Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
2. Kurangnya transparansi kuota dan persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru/Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) sehingga membuka celah penyuapan/pemerasan/gratifikasi.
3. Penyalahgunaan jalur masuk penerimaan peserta didik yang tidak sesuai (prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi/domisili).
4. Untuk zonasi kerap terjadi pemalsuan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), melakukan perpindahan sementara; (Tahun 2025, zonasi diubah menjadi domisili).
5. Untuk Afirmasi data, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) banyak tidak sesuai, banyak yang sebenarnya mampu tapi masuk dalam DTSEN;
6. Untuk perpindahan tugas orang tua baru khusus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan untuk orang tua yang bekerja swasta belum diakomodir.
7. Seringkali terbit piagam-piagam palsu untuk dapat masuk jalur prestasi. Dan untuk prestasi seperti tahfidz Al-Qur’an hanya terbatas bagi pemeluk agama tertentu dan belum mengakomodir seluruh pemeluk agama.
8. Pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seringkali tidak sesuai peruntukkan dan pertanggungjawaban dana BOS kerap tidak disertai bukti.
9. Variabel penentuan BOS berdasarkan jumlah siswa berjenjang dari tingkat SD hingga ke Kementerian. Modus pelanggaran dana BOS di antaranya kolaborasi antara pihak sekolah dan dinas terkait untuk mempermainkan jumlah siswa.