Jumat, 26 Juli 2019 15:14 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pengamat mengungkapkan bahwa intervensi kasus di instansi kepolisian sudah dianggap hal yang biasa terjadi.
Kejadian intervensi kasus dalam institusi kepolisian kerap terjadi tak hanya pada level bawah tapi juga ke tingkat pimpinan.
"Masalahnya, kalau pada tingkat (atas) bisa menggunakan jabatan. Sayangnya di tingkat bawah senjata yang bicara," kata Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Josias Simon Raturambi saat mengomentari penembakan polisi oleh polisi di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Jumat (26/7/2019).
Sebelumnya, anggota Samsat Polda Metro Jaya, Brigadir RT (32), meletuskan pistolnya sebanyak tujuh kali ke Bripka RE (41), saat memeriksa pelaku tawuran di ruangan SPK Polsek Cimanggis, Kota Depok. Kuat dugaan Brigadir RT hendak melepaskan salah satu pelaku tawuran.
Josias melihat kejadian disebabkan dua faktor, pertama, yakni kompetisi yang terjadi di antara polisi dan polisi yang kerap mem-backup kasus tertentu. Pada tingkat kompetisi, kata Josias, selama itu baik tidak masalah, namun bila saling menjatuhkan ini menjadi sebuah pelanggaran.
"Itu semua bisa diatasi selama pimpinannya bisa," kata Josias.
Josias melihat, saling backup di instansi kepolisian bukanlah hal yang tabu. Dia melihat banyak oknum yang kerap melakukan itu, mereka membawa backingan menyalahi prosedur pada tahap satu penyidikan agar cepat selesai.
"Artinya ini upaya agar kasus tidak berlanjut ke tingkat kejaksaan atau pengadilan," kata dia.
Meski demikian dalam penanganan kasus, Josias melihat hal ini tak bisa diatasi. Dalam penanganan kasus tertentu pola win win solution bisa dilakukan, asalkan pidana yang terjadi merupakan pidana ringan.
Karena itu agar kejadian serupa tak terjadi, Josias menyarankan agar setiap kasus hukum agar diikuti secara prosedur. Sedangkan di tingkat pimpinan, Josias menyarankan agar membenahi aturan sehingga tidak terjadi intervensi.(exe)