Kamis, 28 Juni 2018 12:06 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Founder LSI Denny JA menyebutkan tiga penyebab calon kepala daerah bisa menang di Pilkada serentak 2018. Tiga penyebab itu yakni kantong besar, pesona tokoh dan mesin partai politik.
"Mengapa mereka menang dan kalah? Ada 3 hal besar menyebabkan kalah dan menang calon," ucap Denny JA saat jumpa pers di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (27/6/2018).
Soal kantong besar, menurut Denny setiap calon kepala daerah harus bisa menguasai lumbung suara. Misalnya pasangan calon gubernur NTB yang menang hasil quick count Zulkieflimansyah-Siti Rohmi Djalilah karena putra daerah Sumbawa di mana daerah itu merupakan kantong besar perolehan suara.
"Siapa yang memenangkan kantong besar di provinsi, di setiap provinsi ada kantong besar misal NTB di Sumbawa. Zul beruntung dari Sumbawa putra daerah ternyata masih sesuatu, politik identitas masih bisa mempengaruhi kantong besar," tutur Denny JA.
Selain itu, Denny menyebutkan calon yang mempunyai pesona bisa memperoleh suara tinggi. Salah satunya calon kepala daerah incumbent seperti Ganjar Pranowo.
"Pesona seorang tokoh mempesona statistik dikenal dan disukai. Incumbent diuntungkan dan pendatang baru merangkak dari bawah, ini seperti Ganjar 70 persen menang kecuali ada masalah leadership," kata dia.
Lebih lanjut, Denny menyatakan mesin partai politik yang bekerja dalam dua minggu terakhir menjelang pencoblosan Pilkada serentak. Contohnya pasangan Cagub Jabar Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang menyalip pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi.
"Pekerjaan mesin politik 2 minggu terakhir itu imigrasi suara masif, di Indonesia loyalitas suara untuk tokoh kecil sekali. Mayoritas pemilih mengambang kedekatan tokoh tergantung isu. Seperti pasangan Asyik berada di urutan kedua setelah Ridwan Kamil ini mesin partai bekerja," jelas Denny.
Tak Berpengaruh ke Pilpres
Sementara itu, Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, menilai hasil perolehan suara di pilkada serentak tak banyak berpengaruh pada Pilpres 2019.
"Kalau lihat situasi kemenangan kandidat di beberapa wilayah ini, apakah berpengaruh terhadap pilpres atau tidak? Sebenarnya memang tidak paralel kemenangan kandidat di wilayah ini ke pileg atau pilpres," ucap Adjie ditempat yang sama.
Adjie mencontohkan perolehan suara yang bisa potensial bagi PDIP dan capres Jokowi, seperti Jabar, Jatim, Sumut, Kaltim, dan Kalbar. Namun hasil perolehan suaranya, PDIP justru kalah oleh lawannya.
"Secara data, PDIP, misalnya, partai pemenang pemilu, kemudian punya capres yang begitu kuat, yaitu Pak Jokowi. Di beberapa daerah potensial malah kalah. Misalnya di Jabar, Jatim, Sumut, Kaltim, Kalbar. Tapi hasil ini menurut pengalaman kami tidak banyak berpengaruh pada pileg atau pilpres," jelas dia.
"Namun memang sebagian partai menggunakan momen pilkada untuk pemanasan mesin politik menjelang pileg dan pilpres," sambung Adjie.
Lebih jauh Adjie menyebutkan pilkada serentak ini akan mempengaruhi koalisi Pilpres 2019. Contohnya, Pilgub Jabar dengan adanya koalisi antara PKS, PAN, dan Gerindra.
"Kalau kita lihat dari peta koalisi pilkada, sebelum pendaftaran calon di Pilkada 2018 banyak dipengaruhi oleh situasi pola koalisi nasional. Misal Gerindra, PAN, dan PKS di beberapa wilayah besar bersatu karena memang Jawa jadi kunci," tuturnya.
LSI Denny JA melakukan quick count atau hitung cepat di 10 Provinsi. Denny mengucapkan selamat terhadap 10 Cagub yang menang dalam hitung cepat sementara. Berikut 10 Pilgub melalui quick count LSI:
1. Pilgub Sumut, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah 56,91%, Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus 43,09%.
2. Pilgub Jabar, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum 32,87%, Tb Hasanuddin-Anton Charliyan 12,97%, Sudrajat-Ahmad Syaikhu 28,11% dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi 26,05%.
3. Pilgub Jatim, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak 54,33%, Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno 45,67%.
4. Pilgub Kaltim, Andi Sofyan Hasdam-Nusyirwan Ismail 22,01%, Syaharie Jaang-Awang Ferdian Hidayat 22,86%, Isran Noor-Hadi Mulyadi 32,06% dan Rusmadi-Safaruddin 23,06%.
5. Pilgub Kalbar, Milton Crosby-Boyman Harun 6,27%, Karolin Margret Natasa-Suryadman Gidot 33,78% dan Sutarmidji-Ria Norsan 59,96%.
6. Pilgub Maluku, Said Assagaff-Anderias Rentranubun 31,93%, Murad Ismail-Barnabas Ornoyang 40,49% dan Herman Koedoeboen-Abdullah Vanath 27,58%.
7. Pilgub NTB, Moh Suhaili-Muhammad Amin 27,36%, Ahyar Abduh-Mori Hanafi 24,94%
Zulkieflimansyah-Siti Rohmi Djalilah 30,64%, Ali Bin Dachlan-Lalu Gede Sakti 17,06%.
8. Pilgub Sulsel, Nurdin Halid-Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar 26,85%, Agus Arifin Numang-Tanribali Lamo 10,15%, Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman 42,71% dan Ichsan Yasin Limpo-Andi Muzakkar 20,30%.
9. Pilgub Sumsel Herman Deru-Mawardi Yahya 35,49%, Aswari Rivai-M Irwansyah 11,72%, Ishak Mekki-Yudha Pratomo Mahyudin 20,94% dan Dodi Reza Alex-M Giri Ramanda Nazaputra 31,85%.
10. Pilgub Jateng, Ganjar Pranowo-Taj Yasin 58,24% dan Sudirman Said-Ida Fauziyah 41,76%.