Selasa, 13 Maret 2018 16:31 WIB
Sumedang, Tigapilarnews.com - Kekerasan dalam rumah tangga, pengalihan pengasuhan, anak terjebak narkoba dan pornografi, hingga human trafficking merupakan sebagian dari banyaknya permasalahan sosial yang disebabkan dari kerentanan keluarga. Besarnya dampak sosial yang bisa saja terjadi pada masyarakat menunjukkan pentingnya komitmen dalam membangun keluarga harmonis.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan menuturkan, salah satu langkah awal mewujudkan keharmonisan keluarga yang memiliki imunitas, hendaknya pasangan suami istri (pasutri) merenungkan tiga pertanyaan ini.
Pertama, ‘mengapa saya menikah?’. Sebagian akan menjawab ‘menjalankan sunnah Rasul, sebagai bentuk ibadah’, ‘untuk mendapatkan keturunan’, dan sebagainya. Namun kata Netty, masih banyak pasutri yang menjawab ‘tidak punya pilihan lain, karena terdesak usia’, ‘karena sudah hamil di luar nikah’, bahkan ‘karena orangtua memiliki hutang’.
“Bayangkan keluarga seperti apa yang akan terbangun jika sejak awal konsep pernikahannya seperti itu,” ucap Netty saat menjadi pembicara tunggal pada Rapat Koordinasi Program Motivator Ketahanan Keluarga (Motekar) Tahun 2018, di Hotel Puri Khatulistiwa Jl. Raya Jatinangor KM 20, Senin, 12/3/2018.
Pertanyaan kedua ialah ‘mengapa saya memilih dia sebagai pasangan hidup?’. Survey langsung Netty pada peserta rakor menyebutkan, sebagian besar pasutri menjawab ‘karena dia cantik/tampan’. Faktor fisik masih mendominasi keputusan seseorang untuk memilih pasangan, sehingga secara psikis mereka belum sepenuhnya mencintai. Bahkan pada beberapa kasus terdapat faktor paksaan, seperti perjodohan keluarga, dan sebagainya.
“Yang terpenting adalah kemampuan untuk mencintai tanpa batas. Kalau milihnya karena dia good looking, nanti kalau sudah ada kemajuan dan pelebaran (perubahan fisik) gimana?” ujarnya.
Terakhir, pertanyaan yang harus diajukan pada tiap pasutri yakni ‘bagaimana saya menyampaikan rasa cinta saya pada pasangan?’. Seringkali, kata Netty, pasangan malah saling mengandalkan satu sama lain untuk menyatakan terlebih dahulu. Rasa enggan untuk mengungkapkan rasa sayang terlebih dahulu akan menciptakan jarak, bahkan boleh jadi mengundang kesalahpahaman yang berlanjut-lanjut.
“Jangan saling menunggu!” pungkas Netty. “Mengungkapkan sayang duluan bisa memberikan kesan terbuka pada pasangan, dan menjadikan komunikasi lebih lancar. Tidak akan ada kesalahpahaman, jadi tidak akan ada piring terbang dirumah,” lanjutnya.
Menurut Netty, merupakan tugas Motekar untuk mensosialisasikan konsep keluarga harmonis tersebut. Selain itu, Motekar juga harus menjadi teladan dan memberikan contoh bentuk keluarga ideal pada masyarakat. Karenanya, Netty sarankan agar Motekar yang diasah adalah anggota masyarakat terpilih yang sudah menikah dan memiliki anak, sehingga bisa memposisikan dirinya pada keluarga yang bermasalah di tengah masyarakat.
Rasa empati juga menjadi poin penting yang wajib dimiliki setiap Motekar. Dan rasa empati tersebut, menurut Netty, lebih mudah ditemukan pada individu yang sudah berkeluarga. “Bagaimana Motekar bisa paham masalah di rumah tangga jika dirinya sendiri belum merasakan kehidupan menikah dan punya anak?” pungkas Netty.