Minggu, 19 Februari 2017 12:05 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pemerintah Amerika Serikat (AS) dipastikan mengeluarkan revisi kebijakan larangan imigran.
Kebijakan larangan imigran yang baru ini tidak akan berlaku bagi pemegang green card atau wisatawan yang sudah berada di pesawat menuju AS.
"Presiden sedang mempertimbangkan untuk merilis peraturan yang lebih ketat, versi yang lebih ramping dari yang pertama. Dan saya akan memiliki kesempatan untuk bekerja sesuai dengan rencana, khususnya untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun terjebak dalam sistem saat menuju ke bandara kita," kata Menteri Pertahanan Dalam Negeri AS, John Kelly.
Hal itu diungkapkan Kelly saat menghadiri Konferensi Keamanan Munich di Jerman, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (19/2/2017).
Ditanya apakah pemegang izin green card residensi akan diizinkan masuk, Kelly mengatakan: "Ini adalah asumsi yang baik dan, selama memegang visa bepergian, jika mereka bepergian dari beberapa negeri jauh ke AS, ketika mereka tiba mereka akan diizinkan masuk."
Kelly pun menjanjikan praktek yang cepat untuk memastikan orang-orang tersebut tidak naik ke pesawat. "Tetapi jika mereka telah berada di pesawat terbang dan masuk, mereka akan diizinkan untuk memasuki negara itu," terang Kelly.
Trump sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan imigrasi yang dimaksudkan untuk mencegah serangan militan Islam. Kebijakan itu melarangan warga Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman masuk ke AS selama 90 hari. Ia juga melarang pengungsi untuk masuk ke AS selama 120 hari, kecuali dari Suriah yang dilarang tanpa batas.
Kebijakan imigrasi ini menimbulkan kekacauan dalam sistem imigrasi. Kebijakan ini juga memicu kritik dari negara-negara yang terkena dampaknya dan dari sekutu Barat. Kritik juga datang dari beberapa perusahaan terkemuka AS, terutama dari perusahaan-perusahaan teknologi.
Belakangan pengadilan federal AS memblokir larangan imigran Donald Trump. Pemerintah AS pun mengajukan banding dan berujung pada kekalahan. Trump mengancam untuk membawa kasus tersebut ke Mahkamah Agung, tetapi Departemen Kehakiman telah memutuskan untuk merevisi larangan tersebut. (exe/ist)