Jumat, 27 Januari 2017 10:36 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pengusaha daging sapi impor Basuki Hariman mengakui memberikan uang 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura ke orang dekat hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar bernama Kamaludin.
"Ada (uang) untuk namanya Kamal. Dia temen saya dan juga dekat dengan Pak Patrialis. Saya memberi uang kepada dia (Kamal) karena dia kan dekat dengan Pak Patrialis. Dia minta sama saya, 20 ribu dolar AS itu buat dia umroh," kata Basuki usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Jumat dini hari.
KPK menetapkan Patrialis Akbar sebagai tersangka penerima suap kasus dugaan suap kepada hakim MK terkait dengan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ia diduga menerima 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman melalui Kamaludin.
"Dia (Kamal) bilang uang itu buat umroh, tapi saya percaya uang itu buat dia pribadi. Uang sudah diberikan dua kali, 10 ribu dolar AS dan 20 ribu dolar AS, yang 200 ribu dolar Singapura itu masih sama saya. Hari ini mau diambil sama tim penyidik," tambah Basuki.
Basuki mengakui bahwa ia pernah dijanjikan Kamal bahwa perkara uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan di MK akan memenangkan pihaknya. Uji materi itu diajukan oleh peternak sapi dan perkumpulan peternak sapi perah Indonesia yang merasa dirugikan dengan sangat bebasnya importasi daging segar.
"Ya (dijanjikan) ini perkaranya bisa menang. Padahal saya tahu Pak Patrialis berjuang ya apa adanya. Saya percaya Pak Patrialis ini tidak seperti orang yang kita dugalah hari ini. Terima uang dari saya tidak ada," tambah Basuki.
Namun Basuki mengakui bahwa Kamal pernah mengatakan uang yang ia berikan ditujukan kepada Patrialis.
"Ya dia (Kamal) sering menyampaikan begitu, tapi saya tahu itu tidak bakal sampai. Cuma karena dia yang mengenalkan ya sudah, saya kasih saja," ungkap Basuki.
Basuki mengaku hanya pernah bermain golf di lapangan golf Rawamangun beberapa kali dengan Patrialis ditambah dua kali makan bersama.
"Selama saya bicara dengan Pak Patrialis, tidak pernah dia bicara sepatah kata pun soal uang. Yang minta uang itu sebenernya Pak Kamal. Saya merasa karena dia kenal dengan Pak Patrialis saya sanggupi untuk membayar kepada dia. Kamal juga punya kerja sama sama saya. Belakangan saya mengalami, ternyata daging (impor) itu mulai tidak laku, saya 'support' oranglah gugat. Itu saja," tambah Basuki.
Menurut Basuki ia hanya membantu untuk memberikan masukan kepada hakim konstitusi terkait kondisi daging di pasar saat ini.
"Memberikan penjelasan-penjelasan kepada hakim, dalam hal ini Pak patrialis. Bahwa masuknya daging India merusak peternak lokal karena harganya murah sekali. Toh kami tidak juga menurunkan harga sampai sekarang ini, harga sapi loh. Kedua juga di sana tuh masih terjangkit penyakit jelas kok di sertifikatnya dari negara terinfeksi kenapa masih tetap diimpor. Jadi saya jelaskan kepada Pak Patrialis biar beliau mengerti," jelas Basuki.
Basuki pun yakin Patrialis tidak terlibat soal uang yang ia berikan ke Kamal.
"Saya merasa dikorbankan Kamal," ungkap Basuki.
Dalam kasus ini Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal 12 huruf c adalah mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Basuki Hariman dan sekretarisnya, Ng Fenny ditetapkan sebagai pemberi suap dengan sangkaan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.