Laporan : Evi AriskaJAKARTA, Tigapilarnews.com - Calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), merasa keberatan dengan pernyataan saksi ahli dari Presiden, Profesor Djohermansyah Djohan dalam sidang Cuti Kampanye Petahana di gedung Mahkamah Konstitusi (MK).Dalam pernyatannya Djohermansyah mengatakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengangkat pelaksana tugas atau penjabat gubernur yang bebas dari politik kepentingan atau conflict of interest.Menanggapi pernyataan Djohermansyah tersebut, Ahok mengatakan bagaimana Kemendagri bisa mengangkat pejabat dari conflict of interest jika menterinya saat ini berasal dari partai."Bagaimana Bapak menjamin mengangkat pejabat yang bebas dari conflict of interest. Sementara Menteri Dalam Negeri yang menjabat sekarang berasal dari partai politik, bagaimana bisa bebas conflict of interest? Tolong dijelaskan," kata Ahok di Gedung MK, Kamis (6/10/2016) siang.Bahkan Mantan Bupati Belitung Timur ini mempertanyakan sikap netral Mendagri, Tjahjo Kumolo, dalam memilih Plt Gubernur DKI Jakarta selama berkampanye.Diketahui saat sidang Djohermansyah menjelaskan, ada prosedur dan standar dalam memilih Plt Gubernur. Tidak semua pejabat Kemendagri dapat menjabat sebagai Plt Gubernur."Hanya pejabat yang punya reputasi bagus yang bisa menjadi Plt. Tapi bisa juga dari pejabat pemda bersangkutan, asal pejabat pimpinan tinggi madya," kata Djohermansyah.Dalam hal ini, pimpinan tinggi madya di Pemprov DKI Jakarta adalah Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah. Namun Djohermansyah mengatakan tidak mungkin Sekda yang akan terpilih."Tapi Sekda mungkin enggak (dipilih jadi Plt Gubernur). Karena kemarin sempat ada interest dalam Pilkada," tutup Djohermansyah. Diketahui Ahok menguji Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada yang berbunyi: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.Menurut Ahok Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada bisa ditafsirkan bahwa selama masa kampanye Pemohon wajib menjalani cuti, padahal selaku pejabat publik, Pemohon memiliki tanggungjawab kepada masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta terlaksana termasuk proses penganggarannya.Ahok menilai penafsiran yang mewajibkan petahana cuti kampanye sebagai hal yang tidak wajar karena cuti merupakan hak seperti pada hak PNS yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menurut Ahok aturan tersebut seharusnya dimaknai bahwa cuti kampanye merupakan hak yang sifatnya opsional.