Sabtu, 11 Mei 2024 01:05 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Wacana duet Anies Baswedan -Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2024 santer dibicarakan.
Sejumlah pihak menakar peluang duet keduanya untuk menduduki kursi tertinggi di Jakarta yang hanya tinggal 5 bulan lagi. Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini merespons peluang duet Anies-Ahok di Pilkada DKI 2024.
Didik pun menyinggung pertarungan sengit Anies dan Ahok pada Pilkada DKI 2017 lalu. Dia menilai politik sebenarnya hanya citra (image), persepsi dan bukan yang sebenarnya atau bukan sebenar-benarnya. Dalam politik praktis dan proses politik di lapangan, persepsi baik atau buruk, persepsi toleran atau radikal atau persepsi apa saja bisa dibentuk dengan gampang dan dengan berbagai cara maupun metode.
“Pertarungan politik Anies dan Ahok di Jakarta beberapa tahun lalu dalam pertarungan persepsi yang menjadi kenyataan dalam sekejap tetapi kemudian lenyap dalam sekejap berikutnya. Banyak pihak yang takut kemenangan Anies di Jakarta akan menjadi monster politik radikal, yang tidak akan toleran terhadap keberagaman. Pilkada DKI adalah pilgub paling brutal dan jangan diulangi lagi,” ujar Didik, Jumat (10/5/2024).
Dia menuturkan citra dan persepsi itu hanya dalam beberapa tahun lenyap ketika Anies hadir dalam Pilpres 2024 dengan partai pendukung dari partai-partai nasionalis. Tim pemenangan di kanan kirinya juga datang dari kaum nasionalis, dengan latar belakang agama yang lengkap. Dalam Pilpres 2024 tidak ada lagi pertarungan citra radikal agama dan radikal sekuler, anti-NKRI, dan rasisme.
“Politik dan demokrasi yang terbuka seperti sekarang ini adalah pertanda baik, paling tidak dilihat dari sisi persepsi citra seperti ini kecuali masalah etika dan nepotisme Presiden Jokowi,” ungkap Didik.
Karena itu, gagasan politik menyatukan Anies dan Ahok di Jakarta adalah eksperimen yang baik dan berani membersihkan pencitraan politik menuju polarisasi radikal agama atau radikal sekuler. Radikal sekuler di sini mirip-mirip radikal kiri yang antiagama. Menurut Didik, peluang Anies dan Ahok bersatu sangat mungkin karena beberapa faktor.
Pertama, Anies sejatinya seorang yang religius tetapi tidak radikal seperti yang dipersepsikan ketika hadir dalam Pilkada DKI dulu. Kedua, Ahok memang temperamental yang kadang-kadang tabu di dalam politik. Namun, sesungguhnya Ahok adalah seorang yang nasionalis dilihat dari sejarah karier politiknya.
Ketiga, tidak ada lagi faktor pendorong keduanya ke arah radikal karena Anies sudah bisa tampil di dalam pilpres dengan citra nasionalis dan religius. Keempat, Ahok juga akan bisa diterima publik. Didik mengatakan, Anies dan Ahok pasti berpikir positif jika paham gagasan seperti ini dari berbagai pihak yang hendak menjadikannya simbol kesatuan dari keduanya.
“Anies masuk Jakarta mempunyai peluang menang sangat besar jika tidak kita katakan hampir 100 persen. Anies punya prestasi di Jakarta, meskipun banyak kritik juga. Jakarta Indah dan banyak hal diselesaikan juga bagian dari prestasinya. Dan juga Anies semakin populer ketika menjadi capres,” ucapnya.
“Jika Anies tidak masuk politik dalam dalam 5 tahun ke depan maka namanya hilang dari peredaran. Anies bukan pemimpin partai politik seperti Prabowo Subianto atau Jusuf Kalla/JK pada masanya. Karena itu, masuk politik di Jakarta adalah peluang yang baik tidak hanya bagi karier dirinya tetapi juga untuk bangsa tahun 2029,” ujar Didik.(mir)