Laporan: Arif Muhammad RiyanJAKARTA, Tigapilarnews.com - Ahli patologi forensik dari Australia, Richard Byron Collins menjadi saksi kedua di sidang ke-24 kasus kematian Wayan Mirna Salihin.Richard menyimpulkan jika Mirna tidak bisa dipastikan meninggal karena sianida.Richard membeberkan sejumlah alasannya. Pertama, karena tidak dilakukannya autopsi secara menyeluruh. Pemeriksaan terhadap jasad Mirna hanya dilakukan parsial. Hal itu, dia dapat dari laporan forensik kepolisian yang tercantum dalam berkas perkara kasus Mirna."Temuan autopsi sebagaimana ada di laporan bersifat tidak spesifik," kata Richard di ruangan sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (22/9/2016).Menurut Richard, autopsi penuh mestinya dilakukan untuk bisa memastikan penyebab kematian seseorang, dalam kasus ini, Mirna.Dia membeberkan beberapa organ tubuh yang penting untuk langsung diperiksa, yaitu darah, jantung, hati, otak, ginjal, lambung, dan air seni."Dianalisis tanpa penundaan yang semestinya. Sianida adalah racun yang paling cepat kerjanya," tambah Richard.Kesimpulan Richard diperkuat dengan laporan hasil forensik atas pemeriksaan sejumlah organ tubuh Mirna, antara lain sampel cairan lambung Mirna, lambung, empedu,hati, dan air seni.Dari sejumlah organ yang diperiksa, Richard hanya mendapati laporan adanya 0,2 miligram sianida di sampel lambung yang diperiksa 15 hari (sebelumnya 3 hari) setelah Mirna tewas minum kopi di Kafe Olivier, pada 6 Januari 2016.Richard mendapati, laporan forensik menunjukkan sampel cairan lambung Mirna negatif sianida. Padahal, itu diperiksa hanya 70 menit setelah Mirna meninggal.Lalu, hati, empedu, dan urine Mirna juga negatif sianida. Ditambah pemeriksaan tidak lengkap, maka, Richard pun menyimpulkan kalau penyebab kematian Mirna tidak dapat dipastikan."Pengambilan sampel dari jasad yang tidak sempurna, maka laporan tidak memberikan hasil bagi korban, terdakwa dan sistem peradilan," ungkap Richard.