Laporan: Yanti Marbun Jakarta, Tigapilarnews.com - Warga Meruya Selatan geram melihat pemberitaan kasus sengketa Tanah antara PT Portanigra dengan Warga Meruya Selatan di kawasan Kavling DKI Jakarta yang terus marak diperbincangkan di media massa sampai saat ini.Ketua RT07/03 Meruya Selatan Zakariah Hamzah mengatakan pihaknya menilai kasus tersebut terjadi lantaran terdapat oknum yang ingin memprovokasi antara warga Meruya Selatan dengan pihak PT Portanigra.Padahal kasus tersebut sudah selesai sejak 2014, setelah adanya keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan sertifikat tanah tersebut benar milik PT. Portanigra."Dugaan kami sih ada oknum dari pihak DKI. Kami sendiri disini sudah damai dan tentram. Tidak ada masalah dengan Pontanigra," ujar Zakariah dilokasi, Rabu (18/5/2016)Mengenai pemberitaan yang mengatas namakan warga meruya, lanjutnya, pihaknya pun sama sekali tidak mengetahui dan mengenal warga tersebut."Mereka yang mengatas namakan warga itu tidak jelas sama sekali, mana orangnya, di mana tinggalnya. Mungkin mereka ingin mencari kepentingan sendiri. Kami sendiri sudah melakukan perdamaian antar warga, mungkin sudah direncanain untuk dibikin masalah ," lanjutanya.Tak hanya itu, beredarnya berita tersebut, tambahnya, untuk membuat keresahan warga meruya selatan yang sama sekali tidak mempermasalahkan tanah milik portanigra."Mungkin DKI ini sakit hati, sudah bayar mahal pada waktu beli tanah tapi itu tanah milik Portanigra," tutupnya .Sementara itu, Anggota LMK kelurahan Meruya Selatan menegaskan, berita yang beredar selama ini membuat sejumlah orang yang ingin membeli tanah di kawasan meruya selatan menjadi takut lantaran mereka mengganggap tanah tersebut bermasalah."Saya juga pernah tuh liat tv, Ahok ngomong warga meruya Selatan siap-siap pasang badan aja, lah kok pemimpin begitu sih ngomongnya? Ini bikin generasi kedepannya jadi resah, kita ini warga-warga betawi asli sini yang sudah tinggal dari dulu," tutupnya.Diketahui sebelumnya, sengketa tanah PT Porta Nigra dengan warga Meruya bermula pada tahun 1971- 1972. PT Porta Nigra yang membeli tanah lewat Juri yang mengaku sebagai mandor dan koordinator warga sekitar. Kemudian Juhri menjual tanah itu kepada pihak lain dengan girik atau sertifikat palsu.Pada tahun 2001 Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan No 2863 K/Pdt/1999 tertanggal 26 Juni 2001 yang memenangkan PT Porta Nigra. Kemudian Porta Nigra mengirimkan permohonan eksekusi ke PN Jakbar dan dikabulkan.12 Instansi di Jakarta Barat melakukan pertemuan dengan Porta Nigra dan disepakati untuk melakukan eksekusi 10 RW di Meruya Selatan pada 21 Mei 2007.