Laporan: Arif Muhammad RiyanJAKARTA, Tigapilarnews.com – Berdagang layang-layang hias di jalanan Pasar Lenggang, Monas, Jakarta Pusat, membuat hati Nur (35) waswas. Bagaimana tidak khawatir, sebab lokasi berjualan di pinggiran jalan itu terlarang. Dari jarak sepuluh meter, petugas Satpol PP DKI sudah bersiap-siap membubarkan para pedagang kaki lima (PKL) yang masih membandel berjualan di tempat terlarang.Bukan hanya Nur. Pedagang lainya juga ramai-ramai menggelar lapak untuk meraih rezeki sebanyak-banyak. Karena mereka mengetahui, momen libur panjang 5-8 Mei, Pasar Lenggang Monas pasti kebanjiran pengunjung. Tentu uang mengalir deras ke kantung-kantung para pedagang.Nur bercerita, sempat diusir petugas Satpol PP ketika berjualan di lokasi itu pada siang hari. Termasuk pedagang lainya dibubarkan petugas. Karena diusir, Nur berlari ke arah Jalan Medan Merdeka Selatan. Saat itu, keringat Nur mengalir deras sembari menggotong-gotong barang dagangannya."Sering dibubarin Satpol PP. Tadi siang aja dibubarin jadi pada kabur-kaburan. Tapi, sekarang pada jualan lagi, itu di depan Satpol PP masih banyak yang nungguin," ujar Nur, saat berbincang dengan
Tigapilarnews.com, Jumat (6/5/2016) malam.Mengenang kisah lalu, Nur pernah dirazia Satpol PP sebanyak dua kali. Kala itu barang dagangannya disita petugas. Nur meneteskan air mata tatkala mengulang kembali cerita lama yang menyedihkan itu. Sebab, barang dagangan yang disita tidak dikembalikan oleh Satpol PP. Sehingga, Nur banting tulang mengumpulkan modal untuk kembali berjualan layang-layang hias dan mainan anak-anak."Dulu waktu itu dagang mainan dan layangan pernah disita Satpol PP dua kali. Dagangan saya dibawa ke Cakung, Jakarta Timur, tempat penyitaan barang dagangan gitu. Barang dagangannya diambil lagi tidak bisa. Makanya, sekarang saya kabur-kaburan walaupun nangis mau gimana tidak bisa dibalikin," ungkap Nur sembari menghela napas panjangNur menuturkan tidak punya pilihan selain menjajakan layangan hias di Pasar Lenggang Monas. Uang terkumpul hasil berjualan untuk membiayai pendidikan kedua anaknya yang duduk di bangku sekolah dasar dan taman kanak-kanak. Sementara, Rahman (38) suami Nur berprofesi sebagai ojek online.Kendati pendapatan ojek online terhitung lumayan, tetapi Nur tetap mau berdagang layang-layang demi meringankan beban suami. Nur tetap bernyali besar mengais rezeki meskipun di bawah bayang-bayang ancaman petugas Satpol PP.Wanita asal Madura ii mengaku hanya berjualan pada hari libur. Sebab, kalau hari biasa kawasan Monas sepi pengunjung. Apalagi momen libur panjang pada akhir pekan ini membuat Nur memperoleh kesempatan meraup rezeki sebanyak-banyaknya."Jualan kalo hari libur saja. Kalau hari biasa di rumah aja suami yang kerja. Ini sampingan aja bantu suami," ujar Nur dengan logat kental Madura.
Mulai Berdagang di MonasNur memulai kiprahnya di kawasan Monas sejak 20 tahun ketika masih lajang. Saat merantau ke Jakarta, kawasan Monas telah menjadi pilihan Nur sebagai mahkota rezekinya. Kali pertama berdagang di Monas, Nur berjualan aneka minuma ringan dan kemasan. Karena keuntungan tak seberapa, ibu dua anak ini banting setir hingga memilih berjualan layangan hias dan mainan anak-anak."Awalnya, saya dagang minuman selama 10 tahun. Tapi, sekarang jualan layangan hias dan mainan anak-anak saja, karena untungnya besar. Saya jualan di sini ketika MonaS belum dipagar, sejak belum kawin," tutur Nur, yang masih tinggal di rumah kontrakan di Senen, Jakarta Pusat.Seperti musim liburan panjang sekarang ini, Nur mengaku dapat meraup omzet hingga Rp 500 ribu per hari dari berjualan layangan dan mainan anak-anak. Nur mematok harga satu layangan Rp 10 ribu hingga Rp 30 ribu, tergantung besar atau kecil ukuran layang-layang. Omzet yang diraih Nur sebesar itu hasil berjualan muliai pukul 08.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. "Kalau hari libur biasa, paling sehari cuma untung Rp 100 ribu. Ini juga lagi tidak bawa dagangan mainan, soalnya dari kemarin lagi ada Satpol PP yang jaga. Ribetkan kalau tiba-tiba dibubarin bawa dagangan banyak," ungkap Nur.Terkadang uang yang terkumpul hasil jerih payah Nur dan suaminya belum bisa menutup kebutuhannya. Salah satunya bayar sewa rumah kontrakan Rp 500 ribu per bulan kerap menunggak. Sementara, uang yang terkumpul juga terpakai untuk kebutuhan sehari-hari semisal membeli makanan, susu, dan jajan anak sekolah."Bayar kontrakan sebulan itu Rp 500 ribu. Kadang nunggak satu bulan atau pinjem duit temen karena duit saya pas-pasan," ungkap Nur sembari mengelap keringat.Nur mengaku penghasilan sang suami masih belum mencukupi. Bekerja sebagai ojek online hanya berpenghasilan sekira Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu per hari. Itu pun apabila sang suami medapat pelanggan ojek banyak."Suami saya dulu sebelum jadi ojek online, dia jadi tukang parkir di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur," papar Nur.
Kecewa sama AhokNur pun menyampaikan kekecewaannya kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Semenjak Ahok menjabat gubernur DKI, PKL tidak boleh lagi membuka lapak di dalam kawasan Monas. Kecuali di Pasar Lenggang yang memang dirancang Pemprov DKI Jakarta untuk para pedagang berjualan.Akan tetapi, kios di Pasar Lenggang hanya dapat menampung 339 PKL. Sedangkan, PKL di kawasan Monas bisa mencapai seribuan."Semenjak Ahok jadi gubernur, pedagang tidak boleh berjualan lagi di dalam Monas. Padahal, kalau berjualan di dalam Monas untungnya gede. Apalagi dulu pasa zaman Jokowi jadi gubernur, di dalam Monas sering ada panggung (acara) jadi banyak pengunjung, otomatis penghasilan para pedagang meningkat," ujar Nur.Mengakhiri perbincangan, Nur meminta kepada gubernur Ahok agar boleh berjualan kembali di dalam kawasan Monas seperti zaman gubernur Jokowi."Terus sering dibubarin, lalu mau makan apa? ini kan buat sekolah anak, ya caranya cari duitnya jualan. Nanti makan apa anak-anak saya,” ucapnya dengan nada penuh harapan.Apabila tetap dilarang berjualan di dalam Monas, Nur pun berharap kepada Ahok memperbanyak kios di Pasar Lenggang Monas. “Para pedagang di sini mau berjualan di sini. Dikasih tempat walaupun bayar Rp 300 per bulan, enggak apa-apa,” pungkas Nur.