Selasa, 23 Mei 2023 19:11 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga menanggapi ihwal kenaikan harga telur ayam yang disebut-sebut imbas naiknya harga jagung pakan ternak.
Jerry pun memastikan akan melakukan pengecekan terlebih dahulu bersama jajarannya. Pasalnya, dia menilai kenaikan harga pakan ternak belum tentu memberikan efek kenaikan pada harga telur ayam. "Ini mesti kita lihat, karena melihat ini kan mesti nggak bisa sekali-sekali, harus terus-menerus, harus kontinu,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Selasa (23/5/2023).
“Kita bersama jajaran Kemendag turun ke lapangan untuk memastikan segalanya, kita mengecek. Karena sepanjang yang kami telaah, yang kami lihat itu fluktuasinya masih dalam tahap yang wajar," ungkap Jerry.
Sebelumnya, penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) membeberkan bahwa naiknya harga telur belakangan ini karena mahalnya harga pakan ternak. Untuk itu, pemerintah perlu merelaksasi impor jagung guna menstabilkan harga telur.
"Relaksasi impor diperlukan untuk merespons kebutuhan jagung untuk pakan ternak karena pasokan domestik belum mencukupi kebutuhan ini. Sayangnya impor jagung pakan ternak masih restriktif karena hanya terbuka untuk BUMN dengan API-U," ujar peneliti CIPS, Azizah Fauzi belum lama ini.
Dia memaparkan, data Kemendag pada 2023 menunjukkan, ada kenaikan harga jagung yang signifikan di tingkat petani sejak awal tahun 2023. Antara Januari dan Februari 2023, harga jagung di tingkat petani meningkat 45,57% dari Rp4.049/kg menjadi Rp5.894/kg.
"Harga tersebut semakin meningkat pada Maret 2023 mencapai Rp6.008/kg. Apalagi, harga jagung terbaru untuk peternak sudah melebihi Harga Acuan (HAP) Rp5.000/kg seperti yang ditunjukkan Peraturan Badan Pangan Nasional No.5/2022," terang dia.
Selain itu, lanjut Azizah, biaya transaksi tinggi yang harus ditanggung industri pemakai (peternak dan pabrik pakan) turut mempengaruhi harga jagung. Hal ini timbul lantaran panjangnya rantai distribusi domestik yang melibatkan petani jagung, pengepul, pedagang, dan penggilingan, sebelum tiba di industri pengguna.
"Jagung domestik juga kurang diminati industri pengolahan bahan makanan karena kadar air dan tingkat aflatoksin yang tinggi," jelas dia.(bar)