Selasa, 14 September 2021 10:43 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Di tengah pro kontra atas klaim pemerintahan Taliban diAfghanistan, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan (PPPA) melakukan kerja sama dengan Ministry of Women's Affairs (MOWA) Afghanistan tentang Pemberdayaan dan perlindungan perempuan.
Kerja sama ini menyepakati beberapa program dalam isu konflik sosial, program penguatan kapasitas dan produktivitas perempuan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, pengarusutamaan gender dan perlindungan.
"Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPPA melakukan Kerjasama dengan Ministry of Women's Affairs (MOWA) Afghanistan tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan. Kami memberikan perhatian yang besar dalam isu ini, khsusunya menyepakati beberapa program dalam memastikan isu tersebut di kedua negara. Di antaranya konflik sosial, serta program penguatan kapasitas dan produktifias perempuan dibidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, pengarusutamaan gender dan perlindungan,” kata Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian PPPA, Valentina Gintings dalam laman resmi Kemenpppa, dikutip Selasa (14/9/2021).
Direktur Mulia Raya Foundation, Musdah turut menyampaikan kondisi perempuan di Afghanistan semakin mengalami kerentanan yang parah. Hal tersebut dikarenakan pandangan keislaman yang sangat konservatif dikembangkan oleh pengikut Taliban, seperti melarang perempuan menggunakan KB dan mendapatkan akses kesehatan reproduksi.
“Saya meminta pemerintah Indonesia mendorong dunia internasional untuk memastikan tidak ada lagi konflik antar suku dan konflik antar teroris di Afghanistan. Karena kita tahu perempuan dan anak pasti jadi korban utama. Diharapkan pemerintah bisa mendesak pemerintah Afghanistan memenuhi hak kesehatan reproduksi dan hak pendidikan bagi perempuan,” kata Musdah.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra juga turut menyampaikan pandangan keislaman yang dapat dijadikan alat diplomasi Indonesia sebagai negara mayoritas Islam yang berhasil menerapkan demokrasi kepada dunia internasional. Kongres Indonesia - Afghanistan tersebut seperti Kongres Ulama Perempuan Indonesia dan Afghanistan-Indonesia Women’s Solidarity Network
“Menggunakan Islam Wasathiyah dengan berada selalu di tengah, bersikap seimbang, adil, toleransi, inklusif dan akomodatif yang telah mengakar di Indonesia. Masa depan Islam adalah Islam Wasathiyah ini bukan yang keras dan intoleran. Oleh karenanya, menjadi tanggung jawab kita semua untuk menyebarkannya,” ungkap Azyumardi
Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang turut hadir menerangkan, Islam mengajarkan bahwa perempuan merupakan calon ibu dari anak-anak bangsa. Maka peran domestik dan peran publik seorang perempuan harus secara adil dan berimbang diterapkan serta bukan untuk dibedakan, apalagi saling dibenturkan.
Lukman juga berharap agar pemerintah Taliban dapat mendasarkan diri pada nilai-nilai Islam dalam menjalankan pemerintahannya betul-betul mampu menangkap inti pokok ajaran Islam untuk melindungi harkat dan martabat perempuan.
Perwakilan Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, Margaretha Hanita memaparkan harapannya kepada pemerintah RI sebagai bagain dari komunitas internasional untuk dapat berperan aktif melindungi perempuan dan anak sebagai upaya mewujudkan perdamaian dunia. Karena melindungi perempuan adalah bagain dari melindungi kehidupan dan melindungi anak adalah upaya melindungi masa depan.(kah)