Jumat, 30 Juli 2021 19:12 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com-Sebuah pengadilan di Mesir pada hari Kamis menjatuhkan hukuman mati kepada 24 anggota Ikhwanul Muslimin karena dugaan pembunuhan petugas polisi dalam dua kasus terpisah.
Pengadilan Kriminal Damanhour, di utara Ibu Kota Kairo, menghukum kelompok itu atas beberapa kejahatan, termasuk dugaan pengeboman bus yang mengangkut petugas polisi di provinsi pesisir Beheira pada tahun 2015.
Serangan itu menewaskan tiga polisi dan melukai puluhan lainnya. Kasus lain, juga terdiri dari anggota Ikhwanul dan diadili oleh pengadilan yang sama, adalah pembunuhan seorang polisi pada tahun 2014.
Hukuman mati bagi narapidana sipil di Mesir, negara berpenduduk terbesar di dunia Arab, dilakukan dengan cara digantung.
"Putusan itu dapat diajukan banding," ujar sumber di pengadilan itu seperti dikutip dari Al Araby, Jumat (30/7/2021).
Mesir melarang kelompok Islamis itu pada 2013 menyusul penggulingan militer terhadap mantan presiden Mohamed Morsi, pemimpin pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu.
Sejak memimpin pengambilalihan militer dan menjadi presiden, Abdel Fattah al-Sisi telah menindak dengan kejam kelompok Ikhwanul Muslimin. Ribuan pendukungnya dipenjara, dijatuhi hukuman mati, mengalami penyiksaan, pelecehan dan pengabaian medis.
Ikhwanul Muslimin, yang didirikan di Mesir pada tahun 1928, adalah gerakan yang menyerukan agar Islam menjadi jantung kehidupan publik.
Kelompok ini memantapkan dirinya sebagai gerakan oposisi utama di Mesir meskipun mengalami penindasan selama beberapa dekade, dan telah mengilhami gerakan spin-off dan partai politik di seluruh dunia Muslim.
Awal tahun ini, Amnesty International mengecam "lonjakan signifikan" eksekusi mati yang terjadi di Mesir yang mengalami kenaikan lebih dari tiga kali lipat menjadi 107 tahun lalu, dari 32 pada 2019.
Awal bulan ini, parlemen Mesir menyetujui amandemen hukum yang memperluas kemampuan pemerintah untuk memecat pegawai negeri yang diduga terkait dengan kelompok teroris tanpa tindakan disipliner sebelumnya, kata sumber parlemen.
Langkah itu digambarkan oleh media pemerintah sebagai langkah besar dalam kampanye untuk "memurnikan" badan-badan pemerintah dari anggota Ikhwanul Muslimin, yang digolongkan Mesir sebagai kelompok teroris.
Banyak warga Mesir menyambut amandemen tersebut di media sosial, sementara yang lain menyatakan keprihatinan bahwa negara dapat menargetkan setiap karyawan yang tidak pro-pemerintah terlepas dari afiliasi apa pun dengan kelompok-kelompok Islam.(kah)