Senin, 28 Desember 2020 12:00 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, mengomentari pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas tentang populisme Islam.
Yaqut Cholil Qoumas merasakan ada upaya penggiringan agama menjadi norma konflik yang pada akhirnya mendorong siapa pun yang berbeda keyakinan dianggap musuh dan harus diperangi.
Menanggapi pernyataan Menag, Fadli melalui akun Twitternya @fadlizon menyampaikan komentarnya. Dia mempertanyakan tugas pokok dan fungsi (tupoksio) Menag menyatakan hal tersebut.
Tidak hanya itu, Fadli juga mengajak untuk berdebat di ruang publik mengenai tentang populisme dan populisme Islam.
Dia juga mempertanyakan pria yang bisa disapa Gus Yaqut ini mengurusi tentang hal tersebut. "Ayo kita berdebat di ruang publik apa itu 'populisme', 'populisme Islam' dan apa urusannya Menag ngurusi ini. Apa tupoksinya?" kata Fadli Zon, Minggu 27 Desember 2020.
Sebelumnya, Gus Yaqut mengajak semua umat beragama di Indonesia menjadikan agama sebagai inspirasi. Untuk itu, Menag pun berharap populisme Islam tidak berkembang luas di Indonesia untuk mencegah agama dijadikan norma konflik.
"Saya tentu tidak akan menyampaikan banyak hal. Saya ingin mengulang apa yang kemarin saya katakan, atau saya sampaikan ketika saya diberikan kesempatan pertama oleh Bapak Presiden Jokowi untuk menyampaikan pidato di depan seluruh masyarakat Indonesia. Saya mengajak kita semua menjadikan agama sebagai inspirasi, bukan sebagai aspirasi," kata Gus Yaqut panggilan akrabnya dalam Silaturahmi Nasional Lintas Agama dengan tema Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Kebhinekaan secara virtual, Minggu 27 Desember 2020.
Apalagi saat ini, kata Gus Yaqut, banyak yang berusaha menggiring agama menjadi norma konflik. "Itu apa artinya? Yang paling sederhana adalah kita sekarang merasakan, belakangan lah, tahun-tahun belakangan ini kita merasakan bagaimana agama itu sudah atau ada yang berusaha menggiring agama menjadi norma konflik," katanya.
Gus Yaqut pun menjelaskan bagaimana agama saat ini dijadikan norma konflik. "Agama dijadikan norma konflik itu dalam bahasa yang paling ekstrem, siapa pun yang berbeda dengan keyakinannya, maka dia dianggap lawan, dia dianggap musuh. Karena namanya musuh, namanya lawan harus diperangi," ujarnya.
Agama sebagai norma konflik ini, kata Gus Yaqut, juga disebut dengan istilah sebagai populisme Islam. "Itu norma yang kemarin sempat berkembang yang kita dengar kalau istilah kerennya Mbak Lisa (Alisa Wahid-red) ini populisme Islam," katanya.(mir)