Selasa, 27 Agustus 2019 20:18 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo mengatakan, pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia yang direncanakan Pemerintah harus memperhatikan aspek dasar hukum dengan mempersiapkan regulasi yang menjadi kekuatan hukum tetap.
Adapun, bentuk regulasi tersebut berupa Undang-Undang (UU). Salah satu UU yang perlu direvisi agar ibu kota bisa dipindahkan adalah UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Pemindahan Ibukota ini, yang pertama harus dilihat dulu dasar hukumnya. Dasar hukumnya adalah UU. Sampai saat ini masih berlaku UU Nomor 29 Tahun 2007 yang mengatur tentang ibukota ada di Jakarta. Selama UU ini belum dicabut, artinya berdasar UU Ibukota Indonesia masih ada di Jakarta. Selain itu, pemindahan Ibukota harus memperhatikan masa waktu transisinya nanti selama 4 sampai-5 tahun kedepan ini,” ujar Firman saat menjadi pembicara pada Forum Legislasi yang diadakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI dengan mengangkat tema “Imbangi Jokowi, Strategi DPR Percepat Pembuatan Regulasi?” di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Selain Firman hadir pula Anggota Baleg DPR, Junimart Girsang dan Pengamat Politik Ady Prayitno.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan, regulasi yang menjadi dasar kekuatan hukum untuk menetapkan pemindahan Ibukota ini bisa diinisiasi oleh DPR RI maupun Pemerintah. Namun, menurut Firman, karena pemindahan Ibukota merupakan rencana kerja pemerintah maka revisi UU ini harus diinisiasi oleh Pemerintah
“Karena pemerintah sudah punya perencanaan. Saya rasa tepat, Bappenas sudah menyiapkan berbagai perencanaannya dan kemudian juga sudah membuat satu rencana kerjanya. Tinggal bagaimana upaya atas beberapa UU yang harus disesuaikan, disempurnakan, dan direvisi,” ucap Firman.
Untuk itu, sambung Firman, DPR RI bersama Pemerintah nantinya akan meninjau kembali UU yang harus diperbaiki dan RUU yang harus disiapkan.
“UU menjadi hal yang sangat penting, karena UU akan menjadi rujukan untuk mengatur anggaran yang harus disiapkan. Anggaran tidak bisa dikeluarkan tanpa ada dasar yang sah (UU),” tegas Firman.
Anggota Komisi II DPR ini mengingatkan agar pemindahan ibu kota negara nantinya harus konsisten menetapkan ibu kota yang baru sebagai kota pemerintahan. Jangan sampai, pemerintah kedepannya justru kembali mengedepankan sektor ekonomi di ibu kota yang baru. Jika demikian, jelas Firman, hal itu sama saja dengan memindahkan kepadatan yang ada di Jakarta ke Kaltim.
“Tentunya, saya selaku anggota parlemen mengingatkan pemerintah agar jangan sampai ekonominya itu nantinya dikedepankan. Kalau memang pemerintah mencanangkan bahwa Ibukota yang baru sebagai kota pemerintahan maka harus ditetapkan secara konsisten. Jangan lagi lebih mengedepankan urusan bisnis. Karena ,jika demikian sama saja memindahkan kepadatan Jakarta ke Kaltim,” pungkas Firman.
Sementara itu, Anggota Baleg DPR, Junimart Girsang menegaskan harus ada pendalaman atas kesiapan anggaran yang diperlukan untuk pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur (Kaltim).
Dikatakannya, menurut hitungan Komisi III dengan para petinggi Polri, memindahkan Mabes Polri saja membutuhkan dana sekitar Rp 147 triliun. Sedangkan menurut yang disampaikan Presiden Joko Widodo, pemindahan ibu kota negara membutuhkan dana sekitar Rp 466 triliun.
“Yang harus sedikit didalami adalah kesiapan bangsa dan negara ini terhadap anggaran yang diperlukan dalam rangka pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia,” kata Junimart.
Junimart berpendapat bahwa pemindahan Ibu Kota negara tidaklah mudah. Selain kesiapan anggaran, kesiapan daerah dan masyarakat untuk pemekaraan juga perlu diperhatikan. Menurutnya, masyarakat disana harus siap dengan pemekaran satu kabupaten menjadi beberapa kabupaten. Jangan sampai akhirnya ketidaksiapan masyarakat menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang ada.
Terkait dengan penyelesaian Undang-Undang tentang pemindahan Ibu Kota, politisi Fraksi-PDI Perjuangan ini meragukan UU tersebut selesai pada masa periode DPR 2014-2019. Karena DPR perlu mencermati secara cerdas tentang Undang-Undang pemindahan Ibu Kota sehingga kedepannya rakyat tidak menyalahkan DPR.
“Saya tidak yakin selesai. Kita tidak perlu diburu. Kami harus betul-betul mencermati secara cerdas UU pemindahan ibu kota. Kami tidak mau DPR disalahkan oleh rakyat nantinya,” pungkasnya.