Rabu, 14 November 2018 14:57 WIB
Canberra, Tigapilarnews.com - Senator Australia untuk wilayah Tasmania, Eric Abetz, meminta pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison mempertimbangkan pencabutan bantuan kepada Indonesia jika Jakarta terus "mendikte" Canberra soal pemindahan kedutaan Australia ke Yerusalem.
Abetz menuturkan Australia harus berpikir dua kali untuk meneruskan aliran bantuan senilai US$360 juta (Rp5,3 triliun) setiap tahunnya menyusul langkah Indonesia yang dinilainya berupaya mendikte politik luar negeri Negeri Kangguru.
"Jika Indonesia benar-benar ingin mendikte politik luar negeri Australia di Timur Tengah, apakah kita harus berpikir ulang terkait pemberian bantuan US$360 juta setiap tahunnya kepada mereka?" ucap Abetz melalui akun Twitter-nya, Rabu (14/11/2018).
"Bagaimana jika kita dengan tenang menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas yang bisa mendorong banyak orang Indonesia keluar dari kemiskinan itu dan membantu para petani Australia, dan meningkatkan lapangan pekerjaan."
Pernyataan itu diutarakan Abetz menyusul pertemuan Morrison dan Presiden Joko Widodo di sela-sela rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Singapura, Rabu (14/11).
Dalam pertemuan itu, Morrison dan Jokowi fokus membahas penyelesaian perjanjian perdagangan senilai US$11,4 miliar (Rp17,3 triliun) antara Australia-Indonesia.
Perjanjian yang tertuang dalam Kemitraan Ekonomi Komperhensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) itu telah digodok selama lebih dari satu dekade. Semula, kedua negara menargetkan IA-CEPA bisa diteken akhir tahun ini.
Namun, rencana itu nampaknya meleset lantaran kedua negara masih belum bisa memastikan kapan perjanjian itu ditandatangani.
Sejumlah pihak menganggap penandatanganan ini molor karena relasi Canberra-Jakarta yang belakangan renggang terkait kisruh relokasi kedutaan.
Indonesia memang menjadi salah satu negara paling vokal di kawasan yang mengecam rencana kontroversial Australia itu.
Tak lama setelah rencana itu diumumkan Morrison, Indonesia langsung mengeluarkan pernyataan kecaman hingga memanggil Duta Besar Australia di Jakarta.
Dalam wawancaranya bersama Sky News Australia, Abetz menuturkan bahwa Indonesia tidak seharusnya mendikte politk luar negeri Australia terkait pemindahan kedutaan untuk Israel ke Yerusalem.
"Relasi ekonomi kedua negara memiliki potensi tumbuh sangat besar yang bisa bermanfaat bagi kedua bangsa. Kedua, politik luar negeri Australia tidak seharusnya didikte oleh negara lain, termasuk oleh Indonesia, yang hingga kini tidak mengakui Israel sebagai negara," kata Abetz.
"Saya pikir dalam situasi ini, langkah Australia adalah benar untuk mempertahankan kebijakan luar negerinya tanpa didikte pihak luar."
Menurut Abetz, rencana pemindahan kedutaan ke Yerusalem justru dapat memajukan progres perdamaian antara Israel-Palestina yang telah mandek selama puluhan tahun.
"Australia memang tengah mempertimbangkan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, tapi kami juga mempertimbangkan melihat Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan Palestina. Langkah ini lah yang menurut saya benar-benar murni bisa membantu tercapainya solusi dua negara."