Jumat, 26 Oktober 2018 13:17 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebgayo mengingatkan Banggar DPR dan Pemerintah agar konsisten dalam melakukan pembahasan anggaran baik itu menyangkut anggaran kelurahan maupun dana saksi saat ini sedang dalam pembahasan bersama pemerintah.
Firman pun menuturkan, anggaran kelurahan digulirkan pemerintah meskipun belum mendapatkan payung hukum sudah bisa masuk ke dalam UU APBN dibahas oleh Banggar. Akan tetapi, pandangan berbeda Banggar justru untuk dana saksi pemilu tidak bisa dimasukan dalam UU APBN.
"Kalau dana kelurahan yang tidak diatur dalam UU Pemerintah Desa bisa lolos masuk ke UU APBN kenapa dana Saksi yang tidak diatur dalam UU Pemilu juga tidak bisa masuk dalam UU APBN ? Ini kan terjadi inkonsistensi dalam pembuatan UU, dalam UU no 12 tahun 2011 jelas telah diatur dalam pembahasan dan penyususnan UU tidak dapat atau tidak boleh bertentangan dengan UU lain," kata Firman di gedung DPR, Jumat (26/10/2018).
Politikus Golkar ini pun meminta Banggar bersama pemerintah melakukan kajian mendalam akan persoalan dana saksi maupun dana kelurahan yang berbeda pandangan soal status payung hukum.
Terlebih lagi, Firman pun menganjurkan jika sebelum dibawa ke paripurna dan diputuskan hedaknya Banggar dan pemerintah berkonsultasi dengan pakar dan ahli hukum serta aparat penegak hukum termauk KPK apakah ini ada bentuk penyimpangan atau tidak kalau akan diimplementasikan dan konsekwensi hukum atau tidak dikemudian hari.
Sebelumnya, Ketua Badan Angggaran (Banggar) DPR Azis Syamsuddin mengungkapkan dana saksi sulit untuk masuk ke dalam APBN 2019. Sebab, kata Azis, hingga saat ini belum ada payung hukum yang membolehkan dana saksi masuk ke dala APBN.
“Memang dari pemerintah dari rapat kerja pada saat asumsi menyampaikan tidak ada payung hukum berkenaan dengan dana saksi,” kata Azis, Selasa (23/10/2018).
Meskipun belum dicapai keputusan tingkat akhir, dana saksi tetap sulit untuk masuk ke dalam APBN 2019. Pasalnya, kata Azis, hingga saat ini usulan tersebut belum juga masuk dalam rapat kerja terakhir. Padahal, sebentar lagi APBN 2019 memasuki pembahasan tingkat akhir.
Ia menambahkan, dana saksi semakin sulit untuk masuk ke dalam APBN lantaran mekanisme pembuatan payung hukum melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tidak memungkinkan.
Sebab, tutur Azis, pembuatan Perppu juga harus merujuk pada undang-undang yang bersangkutan. Sementara itu, menurut dia, hingga saat ini belum ada undang-undang yang berkaitan dengan dana saksi.
“Perppu cantolannya harus ada undang-undang. Perppu tidak bisa berdiri awang-awang. Perppu kan turunan dari undang-undang. Makanya kalau undang-undang di dalam undang-undang pemilu kemarin enggak ada harus dicarikan undang-undang yang bisa nyantol,” kata Azis.
“Salah satu alternatifnya Undang-undang RAPBN. Apakah di undang-undang RAPBN kalau kita cantolin itu tidak melanggar asas hukum, normatif hukum yang berkaitan dengan undang-undang yang lainnya? ini lagi dikaji baik dari pemerintah maupun dari DPR,” lanjut dia.
Diketahui, Komisi II DPR RI mengusulkan dana saksi Pemilu 2019 ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah dan bukan dibebankan ke partai politik. Usulan tersebut muncul lantaran Komisi II menilai tidak semua partai politik peserta Pemilu punya dana yang cukup untuk membiayai saksi. Usulan itu telah disetujui oleh 10 fraksi DPR.
Belakangan, hanya Fraksi Nasdem yang menyatakan penolakan. Komisi II juga sudah mengajukan anggaran tersebut ke Badan Anggaran (Banggar) DPR.