Rabu, 17 Oktober 2018 03:38 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar adanya dugaan suap izin proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi. Sejauh ini, pihak lembaga antirasuah baru menjerat penyelenggara negara dan pejabat di Pemerintah Kabupaten Bekasi serta pihak Lippo Group.
Terkait dengan adanya dugaan peran dari pemerintah pusat, provinsi maupun kota dalam proyek Meikarta, Juru Bicara KPK Febri Diansyah memastikan pihak lembaga antirasuah belum mendalami hal tersebut.
"Apakah ada keterlibatan pemerintah pusat? Sejauh ini kami belum mendalami hal tersebut," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (16/10/2018).
Lebih lanjut Febri mengatakan, penyidik KPK masih fokus menelisik terkait izin proyek pembangunan yang digarap Lippo Group.
"KPK sampai sekarang mengidentifikasi lebih pada bagaimana cara proses perizinan yang merupakan kewenangan dari pemerintah kabupaten itu. Kemudian ada indikasi aliran dana untuk mempercapat proses perizinan tersebut. Itu yang sedang kami dalami," kata Febri.
Dia juga memastikan, berdasarkan pemeriksaan awal terhadap para tersangka, belum ada keterlibatan pihak lain. Menurut dia, aliran suap izin Meikarta ini diduga hanya mengalir kepada bupati dan kepala dinas setempat.
"Sejauh ini yang diidentifikasikan KPK diduga mengalir kepada sejumlah kepala dinas dan sebagian mengalir kepada bupati. Jadi belum ada yang lain sejuah ini. Nanti kita lihat bagaimana penanganan perkara ini," jelas Febri.
Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini. Mereka antara lain Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.
Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.
Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut, realisasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas.
Keterlibatan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni harus memiliki sejumlah izin terkait rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.