Kamis, 20 September 2018 07:40 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi II DPR RI mempersilahkan kepada KPU-Kemendagri dalam hal ini Dukcapil untuk bisa memutuskan bersama apakah warga negara sudah berusia 17 tahun atau pemilih pemula maupun sudah menikah belum memiliki e-KTP bisa menggunakan kartu pemilih ataupun surat keterangan (Suket) saat waktu pencoblosan.
"Soal nanti mau digunakan kartu pemilih atau suket bagi warga negara sudah beranjak usia 17 tahun (pemilih pemula) ataupun sudah menikah itu kewenangan mereka dan bagi kami (DPR) tidak masalah asalkan ada kesepatakan antara kedua pihak baik itu Kemendagri dalam hal ini Dukcapil dan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu," kata Firman saat dihubungi, Kamis (20/9/2018).
Diluar keputusan nanti diambil apakah akan menggunakan suket atau kartu pemilih untuk penduduk yang belum mendapatkan e-KTP bagi pemilih pemula.
Politikus Golkar kembali mengingatkan agar data pemilih jangan sampai terabaikan atau pun kembali munculnya pemilih ganda.
"Intinya, mereka (Kemendagri-KPU) itu harus bekerjasama secara intesif khusus untuk mengupdate data-data kemudian bagaimana mekanisme terkait masalah temuan data itu harus mereka terus perbarui jangan sampai muncul adanya pemilih ganda," tegasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait penggunaan surat keterangan (suket) bagi pemilih pemula pada Pemilu 2019. Pasalnya, ada sekitar 5 juta pemilih pemula yang belum memiliki kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-el).
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan 5 juta pemilih pemula ini belum dimasukan ke dalam daftar pemilih tetap (DPT) lantaran belum memiliki KTP-el.
Sebanyak 5 juta pemilih pemula ini adalah mereka yang baru menginjak usia 17 tahun dalam periode 1 Januari 2019 hingga hari pemungutan suara pada 17 April 2019.
"Kalau berdasarkan regulasi mereka tidak bisa masuk DPT karena pemilih itu kan supaya saya tahu dia usia berapa, sebetulnya harus ada dokumennya, yaitu e-KTP," kata Arief.
Arief mengatakan pertemuan dengan DPR dan pemerintah mengamanatkan agar regulasi pemungutan suara dilakukan sesuai perintah undang-undang. Jika mengacu pada undang-undang, 5 juta pemilih pemula ini terancam kehilangan hak pilihnya.
UU hanya mengatur e-KTP sebagai satu-satunya dokumen yang menjadi dasar bagi warga negara untuk menggunakan hak pilih. Pasal 358 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemilihan Umum mengatur pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara meliputi:
a. pemilik kartu tanda penduduk elektronik yang terdaftar pada daftar pemilih tetap di TPSLN yang bersangkutan;
b. pemilik kartu tanda penduduk elektronik yang terdaftar pada daftar pemilih tambahan;
c. pemilik kartu tanda penduduk elektronik yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan; dan
d. penduduk yang telah memiliki hak pilih.
KPU sempat mengusulkan kepada Kemendagri agar KTP-el 5 juta pemilih pemula ini diterbitkan lebih awal. Namun, Kemendagri menolak usulan tersebut lantaran bertentangan dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) yang mengatakan KTP-el baru bisa diterbitkan jika penduduk menginjak usia 17 tahun.
Atas dasar itu, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengusulkan agar KPU mengatur mekanisme penggunaan suket sebagai dasar bagi pemilih pemula untuk menggunakan hak pilihnya. Zudan mengusulkan agar hal itu diatur dalam peraturan KPU (PKPU) demi menyelamatkan hak konstitusional warga.
Menanggapi usulan tersebut, Arief mengaku KPU tidak keberatan, tetapi dengan satu syarat. "Kami mau saja membuat aturan itu, tetapi semua harus setuju dan harus mendukung supaya apa yang belum diatur, bisa diatur untuk melindungi hak mereka," tegas Arief.