Rabu, 22 Agustus 2018 22:48 WIB

Pemkab Bekasi Tetapkan Kondisi Siaga Darurat Kekeringan

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi kekeringan karena air saluran yang biasanya mengalir ke areal persawahan sudah tidak ada. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi menetapkan wilayahnya dalam kondisi siaga darurat kekeringan.

Status siaga tersebut diberlakukan lantaran beberapa wilayahnya mengalami kekeringan dan kekurangan pasokan air bersih untuk kehidupan sehari-hari. Tercatat ada empat wilayah yang mengalami kekeringan parah.

Empat wilayah itu di antaranya, Kecamatan Cibarusah, Kecamatan Serang Baru, Kecamatan Bojong Mangu dan Kecamatan Cikarang Selatan.

"Wilayah ini kesulitan air sejak satu bulan lalu. Mereka harus menggali air tanah untuk mendapat pasokan air bersih," ujar Kabid Darurat dan Logistik pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Kabupaten Bekasi, Rasyid, di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (22/08/2018).

Menurutnya, kekeringan yang terjadi di empat wilayah itu terjadi lantaran sumber air yang ada di wilayah tersebut sudah mengalami kekeringan sejak bulan Juli 2018 lalu. Penduduk di wilayah tersebut selama ini masih diberikan bantuan untuk mendapatkan pasokan air bersih.

"Kami sudah berikan pasokan air bersih milik Perusahaan Air Minum (PAM) Bekasi," katanya.

Untuk kekeringan yang terjadi di Kecamatan Bojong Mangu, kata Rasyid, karena pipa saluran air bersih milik PAM sudah tidak keluar. Termasuk peristiwa yang ada di Kecamatan Cikarang Selatan dan Kecamatan Serang Baru, jaringan pipa milik PAM sudah tidak keluar. Sehingga, kata dia, tidak ada air yang mengalir kepermukiman warga.

Sejauh ini, untuk mendapat pasokan air, warga lebih memilih menggali air tanah. Sebab, hanya dengan air tersebut, mereka masih bisa memenafaatkan untuk keperluan mandi dan lainnya.

"Bantuan yang kita berikan sudah setiap hari sampai pekan lalu. Sekarang masih dalam perencanaan lagi," paparnya.

Rasyid mengaku, hingga sekarang belum ada masyarakat yang terserang penyakit atas kekeringan yang melanda Kabupaten Bekasi. Bahkan, warga lebih memilih bertahan ketimbang meninggalkan mengungsi ke rumah kerabat terdekatnya. Bahkan, mereka masih bertahan dan tidak mengungsi dalam kondisi kekurangan air tersebut.

Sedang tiga desa di Kecamatan Cibarusah dinyatakan menjadi daerah yang mengalami kekeringan terparah. Desa tersebut di antaranya, Sirnajati, Ridomanah dan Ridogalih dengan jumlah warga terdampak mencapai 2.659 keluarga. Akibat kemarau berkepanjangan, ribuan warga kesulitan mengakses air bersih. Sumur di dekat rumah mereka kering, bergitupun dengan  mata air lainnya.

Sementara pada tahun lalu lebih parah kekeringanya daripada tahun sekarang. Tercatat sembilan wilayahnya yang mengalami kekeringan itu berada di Kecamatan Cibarusah, Bojong Manggu, Cikarang Pusat, Serang Baru, Cikarang Selatan, Muara Gembong, Sukatani, Babelan dan Cikarang Timur. "Saat ini baru empat kecamatan," ungkapnya.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Jejen Sayuti mendesak agar pemerintah cepat tanggap untuk membuat sumur artesis diwilayah tersebut guna menjawab solusi kekeringan diwilayah Selatan Cikarang tersebut. "Setiap tahun kekeringan selalu terjadi, dimana solusi pemerintah mengatasi hal tersebut," tegasnya.

Politikus PDIP ini mengaku, siaga darurat bencana yang dilaporkan pemerintah setempat harus sudah dilakukan sejak dua bulan lalu. Sebab, kekeringan sudah melanda sejak tiga bulan lalu.

"Ini bencana, ada anggaran darurat bencana yang bisa digunakan untuk kekeringan ini, kasihan warga Utara dan Selatan Bekasi," katanya.

Warga Bojong Mangu, Kabupaten Bekasi Luthfi Hasan (45), mengatakan, masalah kekeringan biasa terjadi setiap tahun. Warga banyak berharap bantuan yang diberikan pemerintah daerah terkait air bersih.

"Karena air bersih itu untuk keperluan mandi dan minum, tapi setiap tahun selalu begini, tidak ada solusinya," katanya.

Reza mengaku, banyak kerabatnya sudah tidak pergi ke ladang sawah. Sebab, air saluran yang biasanya mengalir ke areal persawahan sudah tidak ada. Sehingga, warga lebih memilih mencari pekerjaan serabutan.

"Paling kita biasa jadi kuli panggul, kalau sudah tidak pergi ke sawah, jadi makin susah hidup," imbuhnya.(exe/ist)


0 Komentar