Jumat, 03 Agustus 2018 20:34 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Sekitar 1500 orang mahasiswa dari 12 kampus di Jakarta serta masa dari Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) kembali turun ke jalan mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah menuntaskan skandal korupsi keuangan terbesar di Indonesia yaitu Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Century Gate.
Pasalnya, kedua persoalan itu menjadi sumber bencana bagi keuangan Negara Indonesia saat ini.
Ke-12 kampus itu yakni Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN), Universitas Ibnu Chaldun Jakarta (UIC), Universitas Bung Karno (UBK), Universitas Jayabaya, Universitas Esa Unggul, Universitas Jakarta (Unija), Universitas Surapati, Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti Jakarta (STMT), Assafiyah, Universitas Islam Jakarta (UIJ) dan Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara Jakarta (STEBANK).
Aksi di Gedung BI dan Menara BCA ini merupakan aksi ketiga dalam bulan ini setelah sebelumnya, Gerakan HMS menggelar aksi di Gedung KPK dan Gedung Kementerian Keuangan.
“Kami juga meminta KPK agar memeriksa dan menyelidiki pemilik Bank Central Asia (BCA-red), Boedi Hartono bersaudara yang patut diduga sebagai “tukang tadah” BLBI,” ujar Sekjen HMS, Hardjuno Wiwoho saat menggelar aksi di Gedung Menara BCA di Jakarta, Jumat (3/8).
Dia menjelaskan, pada akhir tahun 2002 yang total aktiva BCA sebesar Rp 117 triliun. Anehnya, pada tahun 2003, saham BCA 51% hanya dijual Rp 5 triliun saja kepada Budi Hartono dengan patut diduga dilakukan tender secara tertutup dan terbatas yang hanya diikuti oleh Group Faralon (kendaraan Budi Hartono) dan Standart Chartered Bank.
Lebih tragisnya 3 bulan setelah transaksi penjualan dengan rekayasa yang penuh kecurangan tersebut Budi Hartono menerima pembagian laba (deviden) BCA Rp 580 Miliar.
“Dan sejak 2004 sampai hari ini, Boedi Hartono Cs ‘telah sukses’ menerima subsidi bunga obligasi rekap ex BLBI dari Pemerintah yang ada dalam BCA sebesar Rp 7 triliun /tahun,” tegasnya.
Hardjuno menegaskan, ekonomi Indonesia akan terus terpuruk jika Trio Big Fish Cs mafia Keuangan Negara tidak diadili di muka pengadilan. Sebab Trio Big Fish ini sumber bencana Keuangan Negara.
“Dan ingat, utang ini dibayar dari uang pajak yang disetor dengan nggos-ngosan oleh rakyat dari Sabang sampai Merauke. Jadi, jika tidak diwaspadai bukan mustahil bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa dan Negara kita,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) Sasmito Hadinegoro meminta generasi muda bangsa untuk ikut melawan penindasan dan korupsi, sehingga membebaskan negeri dari jerat hutang abadi.
Menurutnya, masa depan bangsa ini akan berat jika tidak dilakukan koreksi total terhadap BLBI Gate dan Century Gate serta kebijakan Tata Kelola Keuangan Negara yang patut diduga melanggar Amanah UU No 17 tahun 2003 yang harus Transparan dan Akuntable,” tuturnya.
Sasmito menilai, kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintahan saat ini tidak berpihak kepada rakyat. Hal ini sebagai dampak dari ambisi pemerintah yang menomorsatukan pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan kualitas dari pertumbuhan dan redistribusi pendapatan masyarakat yang faktanya semakin timpang.
“Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin,” tegasnya.
Akibatnya jelasnya, terjadilah kesenjangan antara kelompok elite yang diuntungkan oleh pembangunan dan rakyat banyak yang ditinggalkan dalam proses pembangunan.
“Ironisnya, ada sejumlah konglomerat atau pengusaha yang diberi karpet merah di era Reformasi oleh Pemerintah. Sebaliknya, rakyat kecil yang hidupnya tertekan, terasa belum dapat hidup lebih sejahtera karena banyak subsidi untuk kebutuhan pokok hidup masyarakat dibatasi,” terangnya.
Sementara disisi lainnya, subsidi bunga utang ex BLBI yang dinikmati oleh para konglomerat seperti Samsyul Nursalim cs sampai hari ini jumlahnya lebih dari Rp 1000 triliun dikucurkan lewat APBN. Dan anehnya tetap lanjut diberi oleh Menkeu, Sri Mulyani.
Padahal bank-bank kroninya konglomerat hitam tersebut sejak tahun 2004 yang lalu telah untung triliunan rupiah. “Lalu mengapa para orang-orang super kaya ini masih lanjut diberi subsidi terus. Inilah bobroknya tata kelola keuangan Negara kita ini,” pungkasnya.(exe)