Jumat, 25 Mei 2018 14:04 WIB
Yogyakarta, Tigapilarnews.com _ Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi mengungkapkan hasil analisis laboratorium terhadap material letusan Gunung Merapi pada 21 Mei, menyatakan material erupsi ketika itu lebih didominasi komponen magmatik jika dibanding material letusan pada 11 Mei.
"Berdasarkan hasil analisa laboratorium, ada perbedaan antara material letusan pada 21 Mei yang bersifat lebih asam dibanding material letusan pada 11 Mei. Sampel yang diuji adalah abu yang jatuh di daerah Kaliurang," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida di Yogyakarta, Jumat.
Hasil analisis, ia menjelaskan, juga menunjukkan bahwa material letusan 21 Mei adalah material baru yang berasal dari dalam Gunung Merapi dan bukan material lama yang berada di kawah atau permukaan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, BPPTKG kemudian menyimpulkan bahwa peran unsur magmatik pada letusan 21 Mei jauh lebih dominan dibanding letusan yang terjadi pada 11 Mei.
"Kondisi ini menunjukkan jika Merapi dalam tahap menuju proses erupsi magmatis. Namun, jangan dibayangkan jika erupsi magmatis adalah erupsi besar seperti yang terjadi pada 2010," ujarnya.
Mengenai minimnya tanda-tanda kegempaan yang ditunjukkan Merapi, Hanik mengatakan bahwa hal tersebut dimungkinkan terjadi karena karakter magma encer dan mudah melepaskan gas vulkanik sehingga tidak memberikan tekanan yang cukup besar di dalam tubuh gunung.
"Akibatnya, tidak terdeteksi gejala deformasi maupun kegempaan yang signifikan," tuturnya.
Gunung Merapi mulai mengalami peningkatan aktivitas vulkanik, ditandai dengan letusan yang membentuk kolom asap dan menyebabkan hujan abu di beberapa wilayah pada 11 Mei. Peningkatan aktivitas vulkaniknya cukup intensif sejak 21 Mei dengan letusan terakhir terjadi pada Kamis (24/5) pukul 10.48 WIB.
Sejak letusan terakhir hingga Jumat (25/5) pukul 10.00 WIB, Gunung Merapi belum mengalami letusan. Meskipun demikian, status tetap dipertahankan dalam level II atau waspada. Radius tiga kilometer dari puncak tetap tidak diperkenankan untuk aktivitas apapun karena dikhawatirkan adanya ancaman lontaran pasir, kerikil dan batu apabila terjadi letusan.