Senin, 21 Mei 2018 08:08 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbuka soal surat kepada Presiden Jokowi, terkait pengesahan kendaraan listrik nasional.
"KPK harus terbuka tentang proyek mobil listrik ini, kepada siapa proyek mobil listrik itu akan diberikan meskipun itu disebut sebagai mobil nasional tapi itu kan semacam rekomendasi agar ada perusahaan nasional yang berbisnis mobil listrik," kata Fahri, Senin (21/5/2018).
Menurut Fahri, tindakan keterbukaan yang dilakukan oleh KPK penting agar tidak menimbulkan kecurigaan ditengah-tengah publik.
Apalagi, KPK sudah terlibat jauh dalam proyek mobil listrik nasional dengan memberikan surat rekomendasi yang dikeluarkan pada 6 April 2018, KPK menyarankan Indonesia memilik kendaraan listrik bermerek nasional.
"Karena KPK sudah melibatkan diri dalam proyek mobil listrik hingga sampai tingkat mengeluarkan surat rekomendasi maka pekerjaan KPK kalau mau tidak melanggar hukum harus mengungkapkan siapa pemilik proyek yang akan didukung oleh KPK itu agar masyarakat juga tahu jangan sampai ada bisnis yang menguntungkan pihak swasta yang menggunakan rekomendasi Negara. Ini harus benar-benar dicatat," kata Fahri.
Diluar Kewenangan
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyesalkan tindakan KPK yang mengirim surat kepada Presiden Jokowi tentang Pengadaan mobil listrik nasional.
Menurutnya, hal itu sudah di luar kewenangan KPK.
"Saya masih belum melihat relevansinya kebijakan yang diambil, yakni sampai bersurat ke presiden terkait pengadaan mobil listrik sekalipun berbasiskan perusahaan nasional. (Apa kaitan) dengan penegakan hukum anti korupsi, sekalipun itu dikatakan tugas monitoring," kata Arteria saat dihubungi.
Menurutnya, sikap KPK itu akan membahayakan intitusinya sebagai lembaga anti korupsi.
"Ya mohon maaf, itu di luar kewenangan dan kapasitas yang dimiliki oleh KPK selaku institusi dan pimpinan KPK sekalipun. Justru membahayakan karena akan dapat dikesankan semacam adanya intervensi KPK terhadap Presiden Jokowi yang sedang menjalankan pemerintahannya," katanya.
Politikus PDIP ini menilai kewenangan itu domainnya kementerian dan lembaga lain seperti Bappenas dan KSP, bukan kewenangan KPK.
Kecuali, lanjut dia, kebijakan tersebut tidak diambil maka akan berdampak pada upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Makanya nanti saat raker atau RDP kita akan mintakan klarifikasi dari KPK, kenapa kebijakan tersebut diambil dan harus bersurat resmi ke presiden? Tentunya kan penuh dengan pertimbangan yang matang, apalagi substansinya kan sudah seperti arahan tidak laporan hasil monitoring," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang perlunya Indonesia memproduksi mobil listrik. Ketua KPK Agus Raharjo membenarkan pihaknya telah mengirim surat kepada Presiden perihal mobil lisrik.
Surat yang berisi saran tersebut, menurut Agus, merupakan bagian dari tugas KPK. Yakni, tugas monitoring.
Termasuk dalam tugas tersebut, lajjut Agus, adalah memberi saran kepada pemerintah mengenai kebijakan yang perlu diambil. Dalam hal ini, KPK menyarankan Indonesia harus mempunyai kendaraan bermotor listrik dengan merek nasional.
"Oleh karena itu, kami menyarankan di dalam surat itu, kalau bisa kita mengambil langkah-langkah supaya kita bisa berkembang," kata Agus, Sabtu (19/5/2018).
Agus mengungkapkan, pihaknya sudah bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa kementerian dan lembaga yang paham mengenai pembuatan mobil listrik. Dengan demikian, sambung dia, KPK melihat ada potensi Indonesia mampu memproduksi mobil listrik.
"Ini suatu kesempatan jangan sampai kota seperti yang lalu, Indonesia hanya jadi konsumen, tidak jadi produsen," ucap Agus.
Seperti dikutip media, ada tiga poin dalam isi surat KPK kepada Presiden tersebut. Pertama, meminta pemerintah untuk mengesahkan kendaraan bertenaga listrik bermerek nasional dan dalam upaya tersebut idealnya diwujudkan melalui sinergi antara pemerintah, Perguruan Tinggi dan industri nasional.
Kedua, berkaitan dengan kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan Perpres tentang Percepatan Kendaraan Listrik Nasional perlu segera disahkan, dengan terlebih dulu memastikan adanya penyempurnaan skema insentif, baik fiskal dan nonfiskal.
Selain itu, pemerintah juga diminta menberikan dukungan berupa pendanaan riset pengembangan dan inovasi yang memadai, pembuatan skema pajak dan tarif bea masuk yang sesuai dengan tahapan industri perintis nasional (pioneer industry). Lainnya juga adalah melalui penyederhanaan regulasi dan kebijakan dalam rangka mewujudkan sinergi antar BUMN, terutama di sektor energi dan manufaktur dari perguruan tinggi dan dukungan pemasaran produk melalui pengadaan barang pemerintah melalui skema e-catalogue.
Ketiga, dalam surat tersebut disarankan seluruh kebijakan kementerian dan lembaga terkait dikoordinasikan dalam pola yang lebih strategis dan sinergis, serta menghindari adanya konflik kepentingan, baik dalam perumusan dan perencanaannya.