Selasa, 15 Mei 2018 07:24 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Aksi terorisme kembali terjadi dan menjadi ujian berat bagi keberlangsungan Indonesia sebagai sebuah bangsa.
Kali ini benar-benar menghentakan nurani masyarakat karena menyerang tiga rumah ibadah (gereja) dan umat yang sedang beribadah serta mengakibatkan puluhan korban luka dan meninggal ditambah lagi dengan aksi bom terjadi di Mapolrestabes Surabaya.
Bahkan yang menguncang semua pihak, diantara korban tersebut terdapat anak-anak dan pelaku pengeboman diduga sebuah keluarga yang mengikutksertakan anak-anaknya dalam aksi pengeboman.
“Ini luar biasa biadabnya. Menghancurkan hati kita semua. ‘Bom besar’ dari semua aksi teror ini adalah, kita semua antar warga negara saling benci sehingga mudah terprovakasi. Lihat saja percakapan di media sosial, saling curiga, saling tuduh, saling benci, saling hujat sudah menyemai paska peristiwa ini. Secara tidak sadar kita sudah masuk dalam skenario mereka yaitu melemahkan kita sebagai sebuah bangsa. Kalau sudah lemah, apa saja bisa mereka lakukan,” kata Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam keterangan pers, Selasa (15/5/2018).
Fahira mengungkapkan, aksi teror (bom) yang menyasar rumah ibadah dan umat yang sedang beribadah adalah cara yang paling “ampuh” untuk merusak sendi-sendi akal sehat warga negara sebuah bangsa. Setelah teror ini, sutradara dari semua aksi terkutuk ini berharap sebuah “bom besar kebencian” akan meledak di berbagai daerah di Indonesia.
“Jangan sampai kita jadi pion-poin atau alat untuk memuluskan tujuan mereka. Bangsa ini merdeka dan bersatu hasil keringat, darah, dan air mata, tidak semudah itu diporakporandakan oleh mereka. Bangsa ini terlalu besar untuk takut apalagi takluk dengan aksi-aksi teror seperti ini,” ujar Senator DKI Jakarta ini.
Namun, lanjut Fahira, aksi terorisme ini akan menjadi bencana besar bagi bangsa ini, jika negara tidak punya narasi yang kuat dan aksi yang tepat untuk mengakhiri aksi-aksi terorisme di negeri ini.
Memberantas terorisme, sambung Fahira memang tugas semua elemen masyarakat. Namun, yang paling terdepan memberantasnya adalah negara karena diberi kewenangan besar oleh rakyat mempergunakan semua sumber daya untuk mencegah dan memberantas terorisme serta menjaga keamanan warga negaranya.
“Negara harus minta maaf karena belum mampu menjaga keamanan warganya dan bangun optimisme bahwa peristiwa teror seperti ini jadi yang terakhir. Presiden harus mengevaluasi strategi pemberantasan terorisme selama memimpin negeri ini,” pungkas Fahira.