Kamis, 19 April 2018 13:54 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Perpres Tenaga Kerja Asing (TKA) yang diterbitkan Presiden Joko Widodo menuai kritik dari sejumlah anggota DPR. Wacana pembentukan panitia khusus (pansus) pun mencuat.
Kritik datang dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Fadli berpendapat penerbitan perpres tersebut salah arah dan tidak memihak tenaga kerja lokal.
"Saya menyesalkan adanya relaksasi aturan tenaga kerja asing yang dilakukan oleh pemerintah. Perpres No 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal," kata Fadli lewat Twitter, Kamis (19/4/2018).
Menurut Fadli, pemerintah seharusnya menerbitkan aturan yang melindungi tenaga kerja lokal. Dia mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemnakertrans) per Maret 2018 yang menyebutkan sekitar 126 ribu tenaga kerja asing ada di Indonesia. Angka ini melonjak 69,85 persen dibandingkan jumlah tenaga kerja asing pada Desember 2016, yang masih 74.813 orang.
"Sebelum ada Perpres No 20/2018 saja lonjakannya sudah besar, apalagi sesudah ada perpres ini," ungkapnya.
Fadli mengungkapkan pengawasan tenaga kerja asing selama ini sudah cukup sulit, apalagi dengan ditambah Perpres TKA ini. Dia juga membandingkan kebijakan ini dengan jumlah PHK.
"Saya menilai pemerintah tidak peka pada kepentingan tenaga kerja kita," kata Fadli.
Dia menegaskan kebijakan Jokowi ini perlu dikoreksi. DPR dulu pernah membentuk Panja Pengawas Tenaga Kerja Asing. Tapi Fadli menyebut rekomendasinya diabaikan.
"Jadi, bila perlu nanti kita usulkan untuk dibentuk pansus mengenai tenaga kerja asing agar lebih punya taring. Bahaya sekali jika pemerintahan ini berjalan tanpa kontrol memadai," tegasnya.
Hal senada juga dikatakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendukung apa yang disampaikan koleganya di DPR Fadli Zon.
Memang apabila satu keputusan pemerintah diduga telah melakukan pelanggaran undang-undang, maka level dari pengawasannya itu bukan hak bertanya biasa atau interpelasi," ujar Fahri kepada wartawan, Kamis (19/4/2018).
"Kalau hak bertanya adalah hak individual anggota, kalau hak interpelasi adalah hak pertanyaan tertulis lembaga. Tetapi, karena diduga ini levelnya adalah pelanggaran undang-undang, maka Pansus Angket untuk menginvestigasi diperlukan," terang Fahri.
Menurut Fahri, Pansus Angket diperlukan karena diduga ada pelanggaran undang-undang, khususnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Ini kan faktanya banyak sekali, ada pabrik-pabrik yang dibuka di tengah hutan, yang remote, dan sebagainya. Itu membuat anggota DPR perlu melakukan investigasi yang lebih lanjut. Levelnya memang angket," sebutnya.
Fahri memandang Perpres TKA tak sesuai dengan prosedur pengiriman TKA yang diatur di UU Ketenagakerjaan. Bahkan dugaan pelanggaran pendatangan TKA, disebut Fahri, sudah terjadi sebelum penerbitan perpres.
"Jika sebelum perpres itu dibuat jelas pelanggaran UU yang tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Tapi setelah perpres itu dibuat, pelanggaran UU itu dilakukan oleh perpresnya karena perpres di bawah UU. Karena ini, perlu investigasi," tegas Fahri.
Minta Dicabut
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuntut agar Perpres TKA segera dicabut. Menurutnya, perpres yang baru ditandatangani Jokowi tersebut justru memudahkan buruh kasar masuk ke Indonesia.
"Isu ini akan terus kami gemakan hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019," ujarnya.
Said mengatakan, peraturan itu tidak memiliki tujuan jelas yang justru menambah beban politik. Selain itu juga menurunkan ketersediaan lapangan kerja bagi pekerja lokal dan merumitkan isu ketenagakerjaan di Indonesia.
Apabila tidak dicabut, KSPI meminta untuk judicial review. Said menuturkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan pakar tata hukum negara Yusril Ihza Mahendra untuk membantu ke pihak pengadilan. "Beliau bersedia membantu kami terkait pencabutan perpres," tuturnya.
KSPI juga mendesak DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) TKA, tidak hanya Panitia Kerja (Panja). Pansus harus melibatkan di antaranya Komisi IX, Komisi III, dan Komisi I. Sebab, jika banyak buruh kasar yang masuk akan menjadi ancaman bagi kedaulatan dan keamanan nasional Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk mempermudah administrasi TKA level manajer ke atas, bukan untuk memudahkan TKA masuk Indonesia. Pramono sadar isu TKA ini sengaja dimainkan oleh pihak tertentu pada 'tahun politik' ini. Meski demikian, dia menegaskan, perpres itu berkaitan dengan administrasi.
"Jadi kita tahu karena ini tahun politik, isu tenaga kerja pasti digoreng-goreng. Tapi sekali lagi kami tegaskan, perbaikan yang dilakukan dalam perpres itu adalah administrasi, pengurusan. Agar misalnya seorang direktur yang sudah bekerja di sini kan banyak, kemudian mereka harus keluar dulu ke Singapura untuk izin sementara, baru masuk lagi. Nah, izin-izin begitulah yang diatur, dipermudah," kata Pramono Anung di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/4/2018).