Senin, 02 April 2018 13:46 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pemerintah telah dipaksa untuk menunda pendirian perusahaan holding minyak dan gas milik negara sampai setidaknya 26 April setelah ketidakmampuannya untuk mengeluarkan akta yang diperlukan dari transfer saham tepat waktu.
Pemerintah awalnya bermaksud untuk mengalihkan 57 persen sahamnya di perusahaan distribusi gas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) ke Pertamina pada akhir Maret untuk mengubah minyak dan gas Pertamina menjadi perusahaan induk.
Rencana ini disetujui oleh pemegang saham PGN selama rapat umum pemegang saham luar biasa pada 25 Januari dengan syarat bahwa pemerintah akan mengeluarkan dalam waktu dua bulan peraturan pemerintah dan akta transfer saham yang akan berfungsi sebagai dasar hukum untuk tindakan tersebut. Ini berarti persetujuan pemegang saham tidak lagi berlaku setelah 25 Maret.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian menandatangani peraturan pemerintah pada akhir Februari. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya menandatangani akta transfer saham pada 28 Maret, atau tiga hari setelah batas waktu.
“Selanjutnya, kami harus meminta persetujuan pemegang saham PGN sekali lagi selama rapat pemegang saham tahunan perusahaan (pada tanggal 26 April),” Fajar Harry Sampurno, wakil menteri BUMN untuk pertambangan, industri strategis dan urusan media, mengatakan kepada media pada hari Jumat.
“Itu satu-satunya PR yang kita miliki.”
Sebelumnya, Direktur Sumber Daya Manusia Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, Kementerian Keuangan membutuhkan waktu untuk menandatangani akta transfer saham karena harus menghitung nilai saham PGN yang akan ditransfer ke Pertamina.