Selasa, 27 Februari 2018 08:08 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Taufik menilai revisi undang-undang tersebut adalah hal yang sangat mendesak.
"Revisi UU Narkotika sudah menjadi Program Legislasi Nasional Prioritas 2018 dalam pembahasan UU di DPR RI. Untuk itu, perlu mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan revisi UU ini," kata Taufik dalam keterangan pers, Selasa (27/2/2018).
Ia menilai revisi itu mendesak, melihat situasi peredaran dan penyelundupan narkoba akhir-akhir ini yang membuat gelisah seluruh pihak. Taufik mencontohkan terungkapnya penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu sekitar 3 ton di Kepulauan Riau pada pekan lalu, itu menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sudah darurat narkotika.
Menurut Taufik, UU Narkotika saat ini sudah lemah dalam memberikan efek jera kepada para bandar maupun pengedar narkoba sehingga perlu direvisi untuk penguatan pada pemberantasan narkotika.
Taufik menilai lemahnya aturan dalam UU Narkotika itu menyebabkan penyelundupan narkoba makin meningkat dengan berbagai jenis modus operandi. Menurutnya, karena narkotika merupakan kejahatan luar biasa atau "extraordinary crime", harus ada UU yang harus memberi sanksi tegas pada para bandar hingga pengedar.
"Narkoba merupakan salah satu tindak pidana khusus. Akan tetapi, regulasinya belum memberikan efek jera dan sanksi yang kuat bagi bandar maupun pengedar. Apalagi, kini banyak jenis narkoba yang tidak masuk dalam UU Narkotika," katanya.
Taufik menilai apabila pemerintah tidak siap untuk menyampaikan draft RUU Narkotika, DPR siap mengambil alih inisiatif revisi UU Narkotika. Hal itu, menurut dia, mengingat UU tersebut sudah masuk dalam Polegnas Prioritas sehingga dinilai sudah sangat mendesak.
"Jika pemerintah tidak sanggup menyelesaikan revisi UU Narkoba, DPR siap ambil alih inisatif revisi UU ini agar dapat segera diselesaikan," ujarnya.
Apabila UU Narkotika tidak segera diselesaikan pada tahun ini, kata Taufik, pada tahun 2019 dilaksanakan pemilu anggota legislatif, diperkirakan baru dibahas dengan anggota DPR periode 2019 sampai dengan 2024.
Hal senada juga dikatakan, Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai gencarnya tindakan aparat untuk menutup celah peredaran narkoba, tidak membuat peredaran dan penggunaan Narkoba berangsur surut.
Menurutnya sangat wajar hal itu terus terjadi, sebab UU Narkotika saat ini tidak cukup memberi efek jera terhadap para pengedar dan pengguna. Untuk itu perlu tindakan lebih tegas dalam memberantas jaringan Narkoba.
"Jika diperlukan revisi UU narkotika maka harus segera diajukan. Jika pemerintah belum siap maka kami di parlemen insyaallah siap untuk merevisi UU tersebut. Untuk menjaga generasi masa depan bangsa ini," ujar Sahroni dalam keterangan pers, Selasa (27/2/2018).
Lebih lanjut Sahroni menjelaskan dalam laporan BNN, sepanjang tahun 2017 ada 46.537 kasus narkoba yang diungkap. Laporan Kementerian Kesehatan tahun 2017 menyebut 58.365 orang yang dijadikan tersangka. Angka ini meningkat tajam 50 kali lipat lebih jika dibandingkan laporan periode 2016, yang menyebut ada 868 kasus dengan 1330 tersangka.
Menurutnya angka tersebut tidak akan menyusut jika pemerintah masih mengulur waktu untuk melakukan revisi UU Narkotika.
"Jadi revisi ini sangat mendesak. Bisa dibayangkan kalau yang kemarin ditangkap tiga ton di Batam tersebar, berapa juta rakyat Indonesia yang akan jadi korban? Kita berharap setelah penangkapan kemarin, jangan ada lagi," ujarnya.
Politisi Partai Nasdem ini juga menekankan pentingnya sinergi antar lembaga penegak hukum untuk memotong rantai peredaran narkoba, mulai dari hulu hingga hilirnya. Dia menilai, bonus demografi yang dimiliki Indonesia akan menjadi incaran para bandar narkoba dunia. Maka untuk itu sinergi antar lembaga penegak hukum dalam menekan penyalahgunaan narkoba baik dari sisi suplai mau permintaan penting dilakukan.
"Kalau tidak, kita akan terus jalan di tempat," pungkasnya.