Rabu, 07 Februari 2018 08:08 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pemerintah merencanakan pemungutan zakat pegawai negeri sipil (PNS) dengan cara memotong gaji sebesar 2,5 persen setiap bulan.
Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam menyebut, pemungutan zakat dengan memotong gaji harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, harus memiliki pijakan yuridis, filosofis dan sosiologis.
“Dari ketiga pijakan tersebut, rencana pemotongan gaji PNS untuk zakat sama sekali tidak memiliki landasan yuridis, filosofis maupun sosiologis,” kata Khatibul dalam keterangan pers, Rabu (7/2//2018).
Khatibul melanjutkan, norma agama tidak bisa dijadikan rujukan dalam bernegara selama belum menjadi hukum positif. Meskipun, menurutnya telah ada regulasi yang mengatur masalah zakat yakni UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat serta berbagai aturan turunan lainnya.
“Regulasi tersebut sama sekali tidak memberi kewenangan pemerintah untuk memotong gaji PNS untuk keperluan zakat,” ujar Khatibul.
Pengaturan soal tata cara perhitungan zakat mal telah diatur melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) No 52 Tahun 2014. Di Pasal 26 ayat (1) (2) PMA No 52 Tahun 2014, disebutkan nisab zakat pendapatan senilai 653 kilogram gabah atau 524 kilogram beras. Ukuran zakat pendapatan dan jasa sebasar 2,5 persen.
“Namun, dalam ketentuan tersebut tidak ada ketentuan pengaturan soal pemotongan gaji PNS untuk zakat pengasilan,” tambah Khatibul.
Dia menyatakan, zakat mal harus dihitung secara akumulatif per tahun yang disebut nisab. Pada pasal 2 huruf c PMA Nomor 52 Tahun 2014 juga disebut syarakat zakat mal yakni cukup nisab.
“Nisab dihitung mulai dari seseorang mendapatkan harta (dalam hal PNS itu gaji), dimana pengangkatan seseorang menjadi PNS tidak bersamaan,” ujarnya.
Menurut Khatibul, hitungan nisab harus sempurna satu tahun bukan dihitung perbulan. “Dalam satu tahun seorang muslim punya penghasilan/harta berapa, adakah kewajiban membayar hutang berapa dan kewajiban lainnya, baru bisa dihitung,” tegasnya.
Sebaiknya, kata Khatibul pemerintah tidak perlu megatur sosal zakat penghasilan PNS muslim sebab tidak sah hukumnya pemerintah menjadi amil zakat (pengumpul, pengelola dan petugas distribusi zakat).
“Apalagi dengan menerbitkan suatu peraturan perundang-undangan khusus. Lebih baik persoalan zakat profesi PNS diserahkan kepada masing-masing individu yang telah memenuhi kriteria sesuai dengan syariat,” tutupnya.