Jumat, 08 Desember 2017 06:52 WIB
WASHINGTON, Tigapilarnews.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengundang sorotan tajam terkait pidato yang diucapkan di Gedung Putih, Washington DC, pada Rabu (6/12/2017) malam waktu setempat atau Kamis (7/12/2017) dini hari waktu Indonesia.
Dalam pidatonya, Trump dengan tegas menyatakan bahwa Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Padahal Yerusalem adalah kawasan yang masih diperebutkan oleh Israel dan Palestina.
Berikut ini adalah kutipan pidato Presiden AS Donald Trump.
Ketika saya diangkat menjadi Presiden AS, saya berjanji untuk melihat tantangan-tantangan yang terjadi di dunia dengan mata terbuka dan pikiran yang segar. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah dengan melakukan asumsi-asumsi gagal yang sama dan mengulang strategi-strategi gagal yang dilakukan di masa lalu. Tantangan-tantangan lama membutuhkan pendekatan yang baru.
Pengumuman saya pada hari ini menandai dimulainya langkah baru untuk menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina.
Pada tahun 1995, Kongres AS menerima Kebijakan Kedutaan Besar Yerusalem yang meminta agar pemerintah segera merelokasi Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Yerusalem dan mengakui kota tersebut sebagai Ibu Kota Israel. Kebijakan ini disetujui oleh mayoritas bipartisan dan ditegaskan kembali oleh Senat pada enam bulan lalu.
Namun selama lebih dari 20 tahun, setiap Presiden Amerika Serikat tidak pernah mengindahkan keputusan tersebut dan menolak untuk memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem atau untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Para presiden yang terdahulu menganggap kebijakan tersebut akan mengganggu proses perdamaian. Beberapa pihak mengatakan mereka tak punya keberanian, tetapi mereka telah membuat keputusan yang sesuai dengan fakta-fakta yang ada di masa itu. Namun setelah lebih dari dua dasawarsa, perjanjian damai antara Israel dan Palestina tak kunjung terwujud. Sangat naif apabila kita terus mengulang formula yang sama untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda.
Karena itu, pada saat ini saya mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Ketika presiden terdahulu kerap membawa ini sebagai janji-janji kampanye, saya pada hari ini mewujudkannya.
Saya merasa bahwa tindakan ini adalah bentuk kepedulian Amerika Serikat dan upaya untuk mewujudkan perdamaian antara Israel dan Palestina. Ini adalah langkah yang tertunda lama untuk melanjutkan proses perdamaian.
Israel adalah sebuah negara yang berdaulat dengan hak yang sama dengan negara-negara berdaulat lain untuk menetapkan ibu kotanya sendiri. Mengakui hal ini sebagai sebuah fakta adalah tindakan yang sangat penting untuk mencapai perdamaian.
Pada 70 tahun lalu, Amerika Serikat di bawah Presiden (Harry S.) Truman telah mengakui keberadaan Negara Israel. Sejak saat itu, Israel telah menetapkan bahwa ibu kota negara tersebut adalah Yerusalem, tempat yang menjadi Ibu Kota bagi rakyat Yahudi di masa lalu.
Hari ini, Yerusalem adalah pusat dari pemerintahan Israel modern. Kota ini adalah rumah dari Parlemen Israel, Knesset dan juga Mahkamah Agung Israel. Yerusalem adalah lokasi tempat perdana menteri dan presiden berdiam. Yerusalem adalah markas dari kementerian-kementerian Israel.
Yerusalem tak hanya menjadi pusat dari tiga agama besar di dunia, tetapi juga pusat dari salah satu negara dengan demokrasi yang sukses di dunia. Lebih dari tujuh dasawarsa, orang-orang Israel telah membangun sebuah negara tempat Yahudi, Muslim, dan Nasrani, serta orang-orang beragama untuk hidup secara bebas dan berdoa sesuai dengan kepercayaannya.
Saya juga ingin menyatakan sebuah poin penting dari pernyataan ini. Keputusan ini bukanlah tanda bahwa kami akan mundur dari komitmen untuk memfasilitasi perjanjian perdamaian. Kami menginginkan sebuah kesepakatan yang menguntungkan, baik untuk warga Israel maupun Palestina. Kami tidak berpihak terhadap status kota ini. Kami meninggalkan hal itu semua kepada kedua belah pihak yang terlibat.
Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk membantu memfasilitasi kesepakatan damai yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Saya akan melakukan apapun untuk membantu hal itu terwujud. Yerusalem memang menjadi isu yang amat sensitif. Amerika Serikat akan mendukung solusi dua negara, jika disetujui oleh kedua belah pihak.
Oleh karena itu pada hari ini, mari kita membentuk kembali dedikasi kita untuk mencapai kesepakatan bersama. Mari kita buka hati dan pikiran kita terhadap berbagai kemungkinan. Akhir kata, saya meminta kepada semua pemimpin di kawasan, baik pemimpin politik maupun agama; kaum Israel dan Palestina; Yahudi, Nasrani, dan Muslim; untuk bergabung bersama kami dalam perjalanan terhormat demi perdamaian abadi.
Terima kasih. Tuhan memberkati Anda. Tuhan memberkati Israel. Tuhan memberkati Palestina. Tuhan memberkati Amerika Serikat. Terima kasih banyak.