Kamis, 07 Desember 2017 08:16 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Peneliti Formappi Lucius Karus mempertanyakan konsistensi DPR yang tidak memasukan UU Ormas masuk dalam 50 RUU program legislasi nasional (Prolegnas) 2018.
Pasalnya, sebelum UU Ormas disahkan DPR, banyak kalangan khususnya anggota dewan terlebih dari fraksi menolak maupun fraksi menyetujui dengan memberikan catatan getol akan mengusulkan UU Ormas segera direvisi. Tetapi nyatanya sampai usulan itu disahkan tidak ada satupun fraksi di DPR bersuara dan malah ikut setuju dalam pengambilan keputusan di paripurna.
"Padahal ingatan kita masih segar ketika sejumlah fraksi pada saat paripurna ramai-ramai mendesak perlunya revisi setelah Perppu Ormas disetujui DPR.Terus kemana sikap fraksi-fraksi itu dalam pembahasan RUU Prolegnas Prioritas?," tanya Lucius saat dihubungi, Kamis (7/12/2017).
Lucius menduga sikap mereka saat seolah-olah menolak perppu Ormas dengan mengusulkan revisi hanya pura-pura saja. Apalagi, sekedar untuk pencitraan mengingat ada sejumlah kalangan yang berteriak menolak Perppu tersebut.
"Atau Jangan-jangan sikap mereka sudah dibarter dalam penyusunan daftar Prioritas RUU 2018 misalnya dengan RUU Penyadapan yang memang bagi DPR nampaknya lebih mendesak?," sindirnya
Lucius menilai, intinya konsistensi DPR memang diragukan. Daftar RUU Prioritas 2018 juga nampaknya masih terus mempertahankan manajemen perencanaan DPR yang menomorsatukan jumlah ketimbang prioritas pada kebutuhan dan kualitas.
"Mengherankan ketika wakil pemerintah tidak meneruskan komitmen Jokowi yang menginginkan kualitas ketimbang kuantitas RUU yang dihasilkan. Mestinya dalam proses pembahasan rencana legislasi, wakil pemerintah bisa mengusulkan pengurangan jumlah perencanaan untuk menggenjot kualitas sebagaimana yang diharapkan Jokowi," tegas Lucius.
DPR juga seharusnya paham dengan keinginan Jokowi tersebut.Dengan membuat perencanaan yang bombastis, DPR hanya mempertegas karakter mereka yang bekerja tanpa arah, tanpa target, dan tanpa fokus. Padahal tahun politik seharusnya disadari akan menjadi kendala utama bagi mereka untuk berprestasi maksimal.
"Di tahun tanpa beban politik saja, mereka sudah nampak di bawah standard, bagaimana bisa mereka masih membuat target dengan jumlah fantastis di tahun dimana kesibukan pribadi dan parpol justru juga fantastis?," kata Lucius menegaskan.
Ia menyatakan, dengan hasilkan hanya 5 RUU baru di tahun 2017 nampaknya DPR saat ini memang tidak punya kemampuan untuk membentuk RUU.
"Mereka bersembunyi dibalik jumlah rencana yang banyak demi tak nampak gagal sejak awal. Ini kamuflase khas orang-orang yang tidak mampu," tandas Lucius.
Disisi lain, beberapa anggota DPR pun mempertanyakan alasan Badan Legislasi tidak memasukkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) hasil pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2018 dalam rapat paripurna, Selasa.
Misalnya, Anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Asrul Sani mempertanyakan mengapa UU Ormas tidak masuk Prolegnas 2018, padahal sudah ada kesepakatan untuk segera melakukan revisi ketika Perppu Ormas disepakati pengesahannya menjadi Undang-Undang (UU).
“Mayoritas fraksi meminta Perppu Ormas masuk Prolegnas dan itu sudah disepakati,” kata di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Bersama fraksi lain di DPR, menurut dia, PPP telah menyiapkan Naskah Akademik revisi UU Ormas dan berharap undang-undang itu bisa segera direvisi. “Diharapkan bisa direalisasikan segera. PPP dan fraksi lain sudah menyiapkan naskah akademik UU Ormas,” katanya.
Anggota Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik juga mempertanyakan alasan UU Ormas tidak masuk dalam daftar Prolegnas 2018, padahal sudah ada kesepakatan untuk memperbaikinya saat persetujuan pengesahannya.
Erma khawatir perbaikan tidak bisa segera dilakukan kalau undang-undang itu tidak dimasukkan dalam daftar Prolegnas.
“Kami dukung Perppu Ormas dengan banyak catatan, kami sudah sampaikan. Kami mohon penjelasan Baleg soal hilangnya UU nomor 16/2017 tersebut,” ujarnya.
Belum Ada Nomor
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan hampir semua fraksi, termasuk Gerindra, memang telah mengusulkan UU Ormas masuk dalam Prolegnas 2018.
Namun, dia menjelaskan, berdasarkan Rapat Koordinasi antara Badan Legislasi DPR dengan Pemerintah dan DPD beberapa waktu lalu, nomor UU Ormas belum dicantumkan sehingga belum bisa dimasukkan ke dalam Prolegnas.
“Karena itu disepakati revisi Prolegnas tidak dilakukan enam bulan sekali namun setiap bulan dan jadi kesepakatan bersama Insya Allah UU selesai, maka UU Ormas akan masuk di Prolegnas 2018,” katanya.
Rapat Paripurna DPR menyetujui 50 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam Prolegnas prioritas 2018, yang mencakup 31 RUU usul DPR, 16 RUU usul pemerintah, dan tiga RUU usul DPD.
“Apakah laporan Badan Legislasi DPR terkait Program Legislasi Nasional prioritas 2018 dan Program Legislasi Nasional 2015-2019 dapat disetujui,” kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Seluruh anggota DPR yang hadir dalam Rapat Paripurna menyatakan menyetujui laporan Badan Legislasi DPR mengenai Prolegnas Prioritas 2018 dan Prolegnas 2015-2019.
Supratman dalam Rapat Paripurna tersebut mengatakan bahwa 47 dari 50 RUU yang masuk Prolegnas 2018 adalah limpahan dari Prolegnas 2017. Ia mengatakan bahwa hanya ada tiga rancangan undang-undang baru dalam Prolegnas tahun depan, yakni RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan, RUU Penyadapan, dan RUU tentang Sistem Pendidikan Kedokteran.