Rabu, 22 November 2017 11:20 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Bareskrim Polri secara resmi menghentikan kasus ujaran kebencian dengan terlapor Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR, Viktor Laiskodat.
Bareskrim beralasan, kasus Viktor dihentikan karena yang bersangkutan memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Asep Warlan menilai keputusan polisi tidak menindak lanjut pengusutan kasus Viktor Laiskodat sangat aneh. Bila alasan polisi karena hak imunitas, menurutnya ada penyalagunaan distorsi opini dari makna hak imunitas.
"Masa sih alasannya karena hak imunitas? Aduh ini distorsi, ini penyalahgunaan distorsi opini terhadap makna imunitas itu," ujar Asep saat dihubungi, Rabu (22/11/2017).
Menurut Asep, dalam kasus ujaran kebencian yang dilakukan Viktor ini tidak bisa dilindungi oleh hak imunitas yang melekat pada anggota dewan. Karena hak imunitas hanya bisa digunakan pada saat anggota dewan menjalankan fungsi-fungsi kedewanan.
"Yang dimaksud hak imunitas anggota dewan itu ketika dia menjelaskan fungsi-fungsi kedewanan, keparlemenan, kan ada tiga tuh," terang Asep.
Tiga fungsi itu jelasnya, yakni saat anggota dewan membahas anggaran, pengawasan dan pembetulan registrasi. Oleh karena itu setiap pernyataan apapun yang keluar di dalam sidang, mereka terlindungi oleh hak imunitas.
Namun jika di luar pembahasan tiga fungsi itu, maka menurutnya saat anggota dewan terkena masalah hukum tetap tidak bisa berlindung pada hak imunitas. Jangan kemudian hak imunitas ini disalahgunakan seolah anggota dewan bebas ngomong apa saja di luar sidang dan menjadi kebal hukum.
"Jadi seperti dia menghina, mengucapkan kebencian dan sebagainya itu tidak melekat hak imunitasnya. Jadi aneh kalau Bareskrim itu, aduh susah ngomongnya, aneh kalau dia (Victor) tidak diusut karena hak imunitas. Menurut hemat saya ini keliru, sangat keliru," jelas Asep.
Sebelumnya, Parpol melaporkan Ketua Fraksi NasDem DPR Viktor Laiskodat merasa kecewa Polri memberhentikan kasus tersebut. Terlebih mereka menilai ada unsur pelanggaran hukum dilakukan anak buah Surya Paloh.
Sekretaris Fraksi PKS DPR Sukamta mengaku tak habis pikir dengan alasan Polri memberhentikan perkara itu dengan alasan hak imunitas.
Sukamta menginginkan polisi adil dalam menyelidiki kasus Viktor. Hal itu bisa membuktikan bahwa semua orang sama dimata hukum.
"Imunitas apa? Kalau mau adil ya, kalau satu diadili, lain juga diadili dong. Buni Yani saja yang pelakunya dihukum, dia hanya unggah omongan pelaku, dia dihukum. Mestinya, keadilan ditegakkan untuk semua, kan republik ini untuk semua rakyat bukan untuk satu golongan," kata Sukamta, saat dihubungi, Rabu (22/11/2017).
Sukamta berpesan, jangan ada yang dianaktirikan karena hukum berat sebelah. "Kalau ada yang merasa dianaktirikan, susah untuk menyembuhkannya," ucap Sukamta.
Hal senada juga dikatakan Sekretaris Fraksi PAN DPR, Yandri Susanto mengkritik keputusan Polri memberhentikan kasus Ketua Fraksi NasDem DPR itu.
"Memang yang berhak memberhentikan dan melanjutkan (kasus) kan Polri. Tapi, dengan itu kita tangkap bahwa mulai sekarang Polri menyampaikan kepada masyarakat, DPR boleh ngomong apa saja. Mau benar, mau tidak, mau fitnah, atau bertentangan dengan fakta," kata Yandri.
Menurut Yandri, polisi memberi preseden anggota DPR kebal hukum dengan alasan imunitas. Anggota DPR bisa leluasa menuduh tanpa khawatir mendapat pidana atas dasar hak imunitas tersebut.
"Mulai sekarang, anggota DPR dimanapun berada, boleh ngomong apa saja dan polisi tidak boleh memproses secara hukum," kata Yandri bernada menyindir.
Yandri merasa Viktor telah menyebarkan fitnah terhadap PAN. "Kalau menurut kami, apa yang dibilang Viktor itu fitnah. PAN sebagai anti-Pancasila, itu kan fitnah," ucap Yandri.
Diketahui, Viktor Laiskodat awalnya dilaporkan atas pidatonya yang menyebut sejumlah partai politik mendukung pro-khilafah dan intoleran. Adapun pelapornya adalah Partai Gerindra, PAN, Demokrat, dan PKS.
Viktor dituduh melanggar Pasal 156 KUHP atau UU Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Herry Rudolf Nahak mengatakan penyidik tak bisa menindaklanjuti kasus dugaan ujaran SARA Viktor Laiskodat. Sebab, Viktor disebut memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR.
Herry menjelaskan, berdasarkan penyelidikan, pidato kontroversial Viktor yang diduga berbau SARA itu dilakukan saat Viktor melaksanakan tugas sebagai anggota Dewan. Saat itu, anggota Dewan menjalani masa reses dan menemui konstituen di daerah pemilihan (dapil)-nya.