Jumat, 11 Agustus 2017 13:01 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Hamli mengatakan konten damai harus diviralkan sebagai bagian dari kontranarasi dalam memerangi propaganda radikalisme dan terorisme di dunia maya.
Hamli meminta anak-anak muda yang menjadi peserta pelatihan untuk terus berkreasi menghasilkan konten-konten damai yang aspiratif, kreatif, dan inovatif.
"Komitmen ini harus terus dipelihara dan ditingkatkan dengan membuat konten yang lebih banyak lagi, baik itu berupa tulisan, gambar, video, meme, dan lain-lain," kata Hamli dalam keterangan pers, Jumat (11/8/2017).
Menurut dia, di dunia maya yang penting ada dua, yaitu konten dan orang yang mengirim konten tersebut. "Kedua-duanya harus sama-sama di-update terus," kata perwira tinggi polisi yang pernah berkarir di Densus 88/Antiteror itu.
Ia berharap duta damai dunia maya menjadi agen perubahan dalam mengikis dan menangkal radikalisme dan terorisme di dunia maya yang disusupi agitasi dan propaganda radikalisme terorisme Mengutip hasil penelitian dari lembaga-lembaga berkompeten seperti Inzet dan UI, Hamli mengatakan penyebab orang melakukan terorisme 45,5 persen karena pemahaman keliru yang menjadikan mereka melakukan tindakan terorisme dengan menjadikan ideologi menjadi agama.
Kemudian 20 persen karena solidaritas komunal seperti yang terjadi di Palestina dan Rohingya. 10,2 persen mob mentality alias ikut-ikutan, 10 persen balas dendam, dan 9 persen situasional. Sementara hasil penelitian Wahid Institute menunjukkan dari 250-an juta penduduk Indonesia, 72 persen di antaranya antiradikal, 7,2 mendukung aksi radikalisme, 0,4 persen sudah pernah melakukan kekerasan.
"Kita bisa berharap dari komposisi itu, 72 persen tetap posisinya atau meningkat. Salah satu yang diharapkan ya dari kerjaan adik-adik ini. Diharapkan orang yang mau melakukan upaya radikal langsung berhenti bila melihat website atau video adik-adik duta damai," kata Hamli.
Ia menegaskan bahwa menjadi tugas bersama untuk tetap mempertahankan kelompok antiradikal di angka 72 persen itu, bahkan kalau bisa meningkatkan lagi.
"Juga yang 7,7 persen harus diberikan pemahaman baik melalui dunia maya maupun dunia nyata. Sementara untuk yang radikal 0,4 persen biar menjadi tugas Densus 88 untuk menanganinya," kata dia.
sumber: antara