Rabu, 19 Juli 2017 11:31 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Aksi bullying atau perundungan yang melibatkan oknum pelajar kembali terjadi. Kali ini dilakukan beberapa pelajar SMP yang melakukan kekerasan fisik terhadap siswi kelas 6 SD di pusat perbelanjaan Thamrin City, Jakarta. Aksi bullying juga terjadi di sebuah kampus di Depok dimana beberapa mahasiswa mengejek dan mem-bully seorang mahasiswa berkebutuhan khusus yang sebenarnya harus mereka lindungi.
“Aksi bullying seperti lingkaran setan yang kalau tidak kita putus akan terus berulang. Anak-anak SMP yang jadi pelaku bully sebenarnya juga korban dari sebuah kondisi lingkungan yang menganggap mem-bully adalah sesuatu yang biasa atau normal. Kita harus punya blueprint memutuskan lingkaran setan bullying ini,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, dalam keterangan pers, Rabu (19/7/2017).
Fahira mengungkapkan, aksi bullying baik verbal maupun fisik di dunia pendidikan atau yang melibatkan pelajar, bukan hanya menjadi persoalan serius di Indonesia tetapi juga banyak negara lain di dunia. Banyak negara sudah berhasil menekan aksi bullying karena Pemerintahnya memformulasikan cetak biru pendidikan anti-bullying yang berisi kerangka kerja terperinci sebagai dijadikan landasan kebijakan, sasaran, strategi hinggi kepada detail kegiatan serta teknis pelaksanaan di mana sekolah menjadi yang terdepan mengimplementasikannya.
Menurut Fahira, persoalan aksi bully oleh pelajar sangat kompleks dan multidemensi sehingga penangannya juga harus komprehensif. Dalam konteks bully yang melibatkan anak-anak, pelaku juga harus kita anggap sebagai korban dan dia punya hak untuk disadarkan bahwa perbuatannya itu salah bahkan sebuah kejahatan. Selain itu, orang tua, sekolah dan guru harus intropeksi, kenapa anak dan pelajar mereka menjadi pelaku bully.
Pihak pertama, lanjut Fahira, yang harus lebih dulu disadarkan bahwa aksi bully adalah persoalan serius adalah orang tua, sekolah termasuk guru. Jika pihak-pihak ini sadar maka mereka akan berpikir dan tergerak untuk membuat pendidikan anti-bullying di sekolah masing-masing dan orang tua lebih aware terhadap perilaku anaknya.
“Semua ini bisa berjalan dengan baik jika ada cetak biru pendidikan anti-bullying sehingga baik sekolah maupun orang tua, tinggal menjalankannya dan anak-anak kita bisa terhindar baik sebagai pelaku maupun korban bully,” papar Senator Jakarta ini.
Beberapa negara di dunia, lanjut Fahira, seperti Inggris dan Finlandia mempunya program pendidikan anti-bullying yang cukup efektif. Di Finlandia misalnya terdapat program anti bullying berbasis sekolah yang inovatif bernama KiVa yang melibatkan guru, murid, dan orang tua.
“Di Finlandia, orang tua yang mau menyekolahkan anaknya wajib mengikuti pendidikan anti-bullying. Nah, di sekolah, anak-anak ini mendapat pendidikan anti-bullying yang disampaikan dengan cara-cara kreatif dan interaktif misalnya lewat game online, video, sampai poster. Cara-cara seperi ini ternyata efektif membentuk karakter anti-bullying pada anak sejak usia dini,” pungkas Fahira.