Rabu, 19 Juli 2017 07:21 WIB

Penyelidikan PBB Dinilai Perparah Situasi Muslim Rohingya

Editor : Yusuf Ibrahim
Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pemerintah Myanmar kembali menolak penyelidikan PBB terkait laporan pemerkosaan, pembunuhan dan penyiksaan terhadap komunitas muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.

Menurut Myanmar, penyelidikan itu hanya memperparah situasi. Penolakan penyelidikan oleh PBB itu disampaikan Thaung Tun, Penasihat Keamanan Nasional Myanmar.

Komentar itu disampaikan di hadapan sejumlah diplomat dan pejabat PBB, termasuk Duta Besar Amerika Serikat (AS), Scot Marciel, Selasa (18/07/2017).

Myanmar yang secara de facto dipimpin oleh Aung San Suu Kyi ini telah menolak untuk memberikan visa kepada tiga ahli yang ditunjuk PBB untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran berat yang dilakukan angkatan besenjata Myanmar terhadap warga Rohingya.

Pekan lalu, Duta Besar AS untuk PBB di New York, Nikki Haley, meminta Myanmar untuk menerima misi PBB tersebut. Mereka membawa mandat dalam resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

”Kami memisahkan diri dari keputusan tersebut karena kami menganggapnya kurang konstruktif,” kata Thaung Tun, seperti dilansir Reuters.

Menurut Thaung Tung, keputusan negara lain—termasuk China dan India—untuk  bergabung dengan Myanmar dengan menjauhkan diri dari resolusi Dewan HAM PBB merupakan sikap yang berprinsip.

”Kami merasa bahwa misi itu hanya bisa memperparah situasi di lapangan,” ujar Thaung Tun.

Nasib sekitar 1 juta warga muslim Rohingya telah muncul sebagai salah satu isu HAM yang paling diperdebatkan di Dewan HAM PBB.

Status kewarganegaraan komunitas Rohingya ditolak oleh pemerintah Myanmar dan dikategorikan sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. 

Pemerintah Suu Kyi sejatinya mencela kekerasan terhadap warga Rohingya, namun tidak berbuat banyak untuk memperbaiki nasib mereka.

Kekerasan oleh tentara Myanmar terhadap komunitas Rohingya dilaporkan terjadi Oktober lalu sebagai respons atas serangan terhadap pos polisi perbatasan yang menewaskan sembilan polisi Myanmar. Operasi militer itu memaksa sekitar 75.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sebagai pengungsi.

Di lokasi pengungsian, para warga Rohingya menceritakan kekejaman tentara Myanmar, mulai dari pemerkosaan, pembakaran, pembunuhan hingga penyiksaan.(exe/ist)


0 Komentar