Jumat, 16 Juni 2017 13:12 WIB

Ratu Atut Dituntut 8 Tahun Penjara

Editor : Sandi T
Ratut Atut Chosiyah. (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Mantan Gubernur Banten, Ratut Atut Chosiyah dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten.

Atut juga dituntut karena telah memeras anak buahnya hingga Rp500 juta untuk biaya pelaksanaan istigasah (pengajian).

"Agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Ratu Atut Chosiyah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif kedua dan dakwaan kedua alternatif pertama. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata ketua jaksa penuntut KPK, Budi Nugraha, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (16/6/2017).

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama alternatif kedua dan dakwaan kedua alternatif pertama, yaitu pasal 3 dan pasal 12 huruf e jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain pidana penjara, Atut juga dituntut membayar uang pengganti Rp3,895 miliar, namun uang itu sudah dikembalikan ke KPK saat tahap penyidikan.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah yang sedang giat-giat memberantas korupsi, terdakwa turut serta menikmati, menerima uang dan mendapat fasilitas hasil korupsi, terdakwa adalah narapidana perkara korupsi. Hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan di persidangan, mengakui dan menyesali perbuatannya serta sudah mengembalikan uang kerugian negara yang sudah dinikmati sebesar Rp3,895 miliar," kata jaksa Budi.

Pengembalian itu dilakukan secara bertahap, yaitu pada 14 Juli 2015 sebesar Rp1 miliar ke rekening BRI atas nama KPK, uang Rp1,3 miliar sebagai barang sitaan, uang Rp559 juta sebagai barang sitaan, dan uang sebesar Rp1 miliar ke rekening BRI atas nama KPK pada 4 Agustus 2015.

"Sudah dilakukan penyitaan seluruhnya Rp3,859 miliar, sehingga terhadap uang tersebut harus dirampas untuk negara karena berasal dari perbuatan korupsi karena kaitannya dengan jabatan terdakwa sebagai Gubernur Banten," ujar jaksa.

Dalam dakwaan pertama, Ratu Atut disebut bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan yaitu adik Atut, melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alkes RS Rujukan Pemprov Banten TA 2012, sehingga memenangkan pihak-pihak tertentu dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp79,79 miliar sesuai laporan hasil pemeriksaan invstigatif BPK pada 31 Desember 2014.

Akibat perbuatan itu, Ratu Atut Chosiyah mendapatkan keuntungan sebesar Rp3,859 miliar, dan menguntungkan orang lain yaitu Tubagus Chaeri Wardana Chasan sebesar Rp50,083 miliar, Yuni Astuti Rp23,396 miliar, Djadja Buddy Suhardjo Rp240 juta, Ajat Ahmad Putra Rp295 juta, Rano Karno sebesar Rp700 juta, Jana Sunawati Rp134 juta, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp76,5 juta.

Selanjutnya menguntungkan Tatan Supardi sebesar Rp63 juta, Abdul Rohman sebesar Rp60 juta, Ferga Andriyana sebesar Rp50 juta, Eki Jaki Nuriman sebesar Rp20 juta, Suherma sebesar Rp15,5 juta, Aris Budiman sebesar Rp1,5 juta, dan Sobran Rp 1 juta.

Kerugian negara juga bertambah karena ada pemberian fasilitas berlibur ke Beijing berikut uang saku senilai total Rp1,659 miliar untuk pejabat Dinkes Banten, tim survei, panitia pengadaan, dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan.

"Unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain sudah terbukti," kata jaksa lagi.

Atut selaku Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten pada 2005 dan menjabat sebagai Gubernur definitif untuk periode 2007-2012 dan 2012-2017 selalu meminta komitmen kepada para pejabat untuk loyal kepada dirinya dan adiknya Wawan yang merupakan pemilik atau Komisaris Utama PT Bali Pacific Pragama (PT BPP).

Atut meminta komitmen loyalitas Kepala Dinas Kesehatan Banten Djaja Buddy Suhardja agar mendukung Atut sebagai Gubernur Banten 2007-2012 dan 2012-2017. Djaja kemudian menandatangani surat pernyataan loyalitas pada 14 Februari 2006 di Hotel Kartika Chandra Jakarta.

Atut mengarahkan Djaja agar setiap proses pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten dikoordinasikan dengan Wawan.

Proyek pertama yang dikerjakan Wawan adalah pengadaan alkes RS Rujukan Pemprov Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD 2012.

Wawan meminta agar Dinkes Banten menyusun anggaran dengan komposisi 90 persen dalam bentuk pekerjaan kontraktual (pengadaan) dan 10 persen dalam bentuk pekerjaan non-kontraktual. Wawan juga meminta agar anggaran tidak dibuat rinci agar pemaketan dan pengerjaan pekerjaan bisa lebih fleksibel.

Calon pelaksana pekerjaan untuk 9 paket pekerjaan pun sudah ditentukan orang kepercayaan Wawan, yaitu pemilik PT Java Medica Yuni Astuti yang sudah mempersiapkan daftar harga yang digelembungkan dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 43,5 persen dari nilai kontrak, dan keuntungan Yuni sebesar 56,5 persen untuk paket alkes RS Rujukan.

Sedangkan untuk pengadaan alkes laboratorium dan instalasi kamar jenazah RS Rujukan disusun dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 45 persen dari nilai kontrak, dan keuntungan Baharuddin sebesar 55 persen dari nilai kontrak.

"Dengan demikian kerugian negara mencapai Rp79,79 miliar sesuai pemeriksaan keuangan BPK, unsur merugikan keuangan negara dapat dibuktikan," ungkap jaksa Budi.

Pengadaan kedua dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran alkes RS Rujukan Banten dalam APBD Perubahan TA 2012 dibuat 4 paket pengadaan dengan Yuni mempersiapkan daftar harga yang sudah digelembungkan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 56,5 persen dari nilai kontrak.

"Terdakwa dan Wawan melakukan intervensi dengan maksud agar usaha-usahanya dinyatakan sebagai pemenang lelang adalah menguntungkan terdakwa dari proses pengadaan yang tidak adil dan kolutif dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi dan golongan dan merugikan negara, sehingga unsur meyalahgunakan kewenangannya sudah dapat dibuktikan," kata jaksa.

Selanjutnya dalam dakwaan kedua Atut terbukti memerintahkan Kadis Kesehatan Banten Djadja Buddy Suhardja, Kadis Perindustrian dan Perdagangan dan juga Kadis Pendidikan Banten Hudaya Latuconsina, Kadis Sumber Daya Air dan Permukiman (SDAP) Banten Iing Suwargi serta Kadis Bina Marga dan Tata Ruang Banten Sutadi untuk memberikan total Rp500 juta untuk keperluan istigasah.

Karena merasa tertekan dan takut diberhentikan oleh Atut, maka keempatnya memberikan uang Rp500 juta di rumah Atut dengan rincian Djaja sebesar Rp100 juta, Hudaya sebesar Rp150 juta, Iing sebesar Rp125 juta, dan Sutadi sebesar Rp125 juta.

Pada 10 Oktober 2013, setelah uang terkumpul, Ratu Atut memerintahkan Riza Martina dan Rendi Allanikika Pratiaksa menyerahkan uang sebesar Rp495 juta kepada ustaz Haryono di rumahnya di Bekasi, selanjutnya Haryono melakukan 9 kali istigasah di Bekasi untuk Ratu Atut.

"Perbuatan terdakwa adalah perbuatan menyalahgunakan kekuasaan karena tindakan yang dilakukan oleh para ajudan terdakwa tersebut merupakan representasi dari terdakwa menimbulkan perasaan sungkan dan takut bagi para saksi, antara lain Djaja Buddy Suhardja, Hudaya Latuconsina, Sutadi, dan Iing Suwargi bila tidak memenuhi kebutuhan pembiayaan istigasah lanjutan untuk kepentingan terdakwa tersebut, sehingga bersedia memberikan uang meski bertentangan dengan kehendak masing-masing mengingat kekuasaan terdakwa selaku Gubernur Banten yang dapat melakukan mutasi bahkan mencopot jabatan mereka," kata jaksa lagi.

Atas tuntutan itu, Atut akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 6 Juli.

"Kami sudah berkoordinasi dengan klien kami, pembelaan akan dilakukan, sebagai penasihat hukum kami minta waktu 10 hari," kata pengacara Atut, TB Sukatma.

Atut saat ini sedang menjalani hukuman 4 tahun penjara dalam perkara penyuapan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam sengketa Pilkada Kabupaten Lebak.

sumber: antara


0 Komentar