JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota komisi VII DPR RI, Mat Nasir, mengkritisi usulan kenaikan anggaran komisi pengawasan SKK Migas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang rapat komisi, Gedung Nusantra I, Jakarta, Kamis (15/06/2017).
Pasalnya, Nasir menilai tolak ukur kenaikan anggaran tersebut tidak jelas di tengah banyaknya masalah-masalah sektor perminyakan, seperti keluarnya minyak dari sumur dan pencurian lifting minyak.
"Bagaimana pengawasan yang dilakukan SKK seperti yang disampaikan BPK kemarin harus ada standardnya, nah ini standardnya gimana? Kalau tidak bermanfaat, ya di pause saja. Namanya tolak ukur, ini kan harus ada acuan," ucap Nasir.
Bahkan Nasir malah menyebut monitoring yang dilakukan SKK migas tidak jelas dan rawan adanya permainan mafia. "Menurut saya enggak jelas juga monitoringnya yang bapak sebutkan itu, menurut saya kurang steril, kuranng yakin saya, kalo segel kan bongkar pasang bisa saja," ucap Nasir ketus.
"Keterlibatan Chevron juga saya enggak tahu kredibiliitasnya seperti apa. Kasih satu miliar, satu miliar untuk sana minum kopi loading itu bisa selesai kok," sindirnya.
Untuk itu, ia meminta SKK Migas lebih meningkatkan fungsi komisi pengawasan serta menggunakan anggaran dengan sebaik mungkin termasuk membeli alat monitoring di mulut sumur serta peningkatan kinerja berbasis online.
Menanggapi hal itu, Kepala SKK Migas, J. Widjonarko, menampik disebut pengawasan tidak maksimal, sebab selama ini pihaknya bekerja sesuai prosedur termasuk rutin mengawasi matering lifting minyak dengan melibatkan bea cukai, pembeli, operator termasuk PT Chevron.
"Kalau untuk loading untuk lifting minyak, di titik lifting ada meteringnya dan itu selalu disegel kecuali mau dibuka, kemudian matering ini akan dimonitor di control room dan ketahuan posisi kebocorannya," jawab Widjonarko.(exe)
Berdasarkan data, SKK Migas mengusulkan peningkatan anggaran komisi pengawasan di 2018 dengan rincian sebagai berikut:
1. Biaya pekerja dan pengawasan profesionalisme komisi pengawas Rp 2.410.000.000 pada 2017 menjadi Rp 6.800.000.000 di tahun 2018 atau meningkat 182,16 persen.
2. Biaya pengelolaan oprasional komisi pengawas Rp 339.000.000 pada 2017 menjadi Rp 500.000.000 pada tahun 2018 atau meningkat 47,46 persen.