Rabu, 07 Juni 2017 21:57 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan terpengaruh terkait pernyataan pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais, yang menyatakan banyak kebusukan di internal KPK.
"KPK itu sudah sering dituding oleh pihak-pihak tertentu yang disebutkan dalam dakwaan atau tuntutan, menurut kami tudingan-tudingan seperti itu tidak begitu penting," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (07/06/2017).
Febri menegaskan KPK akan terus bekerja berdasarkan bukti-bukti yang kami miliki dan sudah dimunculkan dalam fakta persidangan dengan terdakwa mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.
"Termasuk terkait aliran dana dalam tuntutan yang sudah kami sebutkan terhadap Soetrisno Bachir, Amien Rais, salah satu pengurus Soetrisno Bachir Foundation, dan ada nama-nama lain yang sudah kami uraikan. Kami juga fokus di persidangan, kami tunggu semua proses pembuktian di persidangan," ucap Febri.
Sebelumnya, Amien Rais menemui Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan membahas penguatan Panitia Khusus Hak Angket KPK yang telah berjalan dengan memilih Ketua Pansus KPK.
"Pesan saya pertama kalau bisa KPK lembaganya dipertahankan. Tapi nanti kalau kedua ternyata isi KPK tidak sewangi citranya banyak kebusukan banyak pembusukan nanti kita kaji ulang," kata Amien seusai pertemuan di Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu (07/06/2017).
Dia menilai dari masa ke masa KPK hebat namun busuk di internal misalnya saat ini tidak berani menuntaskan kasus Bank Century, Sumber Waras, reklamasi Teluk Jakarta, dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Namun menurut Amien, KPK hanya berani menangani kasus Operasi Tangkap Tangan bernilai Rp50 juta hingga Rp100 juta sehingga hal itu harus dihentikan karena tidak boleh ada kepalsuan.
"Saya melihat ada kepalsuan dan kebusukan, ini tesis saya. Kita buktikan lewat Pansus Hak Angket yang hampir semua fraksi sudah ikut," ujarnya.
Dalam surat tuntutan mantan Menkes Siti Fadilah Supari, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan Amien Rais juga ikut menerima dana pembayaran pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantispasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 sebesar Rp600 juta melalui transfer yang dilakukan pada 26 Desember 2006 - 2 November 2007.
Dana itu berasal dari Nuki Syahrun yaitu ketua Sutrisno Bachir Foundation (SBF) yang juga ipar dari Sutrisno Bachir yang saat itu menjabat sebagai ketua PAN (2005-2010). Suami Nuki, Rizaganti Syahrun merupakan teman dari Direktur Utama PT Mitra Medidua, Andi Krisnamurti yang menjadi supplier alat kesehatan bagi PT Indofarma Tbk selaku pemenang pengadaan alkes untuk buffer stock di Kemenkes.
PT Mitra Medidua pada 2 Mei 2006 mengirimkan uang sebesar Rp741,5 juta dan pada 13 November 2006 mengirimkan sebesar Rp50 juta ke rekening milik Yurida Adlanini yang merupakan serketaris pada Yayasan SBF.
Terhadap dana itu, Nuki Syahrun memerintahkan Yuridia untuk memindahbukukan sebagian dana kepada rekening pengurus PAN, Nuki Syahrun dan Tia Nastiti (anak Siti Fadilah). Pengiriman dana dari PT Mitra Medidua kepada Yayasan SBF yang kemudian sebagian ditransfer ke rekening pengurus DPP PAN telah sesuai dengan arahan Siti Fadilah untuk membantu PAN.
Nuki lalu memerintahkan untuk memindahbukukan sebagian dana kepada pihak-pihak yang memiliki hubungan kedekatan dengan Siti Fadilah di antaranya:
1. Pada 26 Desember 2006 ditransfer ke rekening Sutrisno Bachir sebesar Rp250 juta
2. Pada 15 Januari 2007 ditransfer ke rekening Nuki Syahrun sebesar Rp50 juta
3. Pada 15 Januari 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais sebesar Rp100 juta
4. Pada 13 April 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais sebesar Rp100 juta
5. Pada 1 Mei 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais Rp100 juta dan rekening Nuki Syahrun sebesar Rp15 juta
6. Pada 21 Mei 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais Rp100 juta
7. Pada 13 Agustus 2007 digtransfer ke rekening M Amien Rais sebesar Rp100 juta
8. Pada 2 November 2007 ditransfer ke rekening Tia Nastiti sebesar Rp10 juta dan M Amien Rais sebesar Rp100 juta.
Dalam perkara ini, Siti Fadilah dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,9 miliar subsider 1 tahun kurungan.