Sabtu, 03 Juni 2017 10:31 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota Komisi VII DPR Rofi Munawar menilai, target pemerintah dalam asumsi makro ekonomi sektor energi di tahun 2018 relatif stagnan. Hal ini terlihat dari asumsi harga minyak mentah yang masih konservatif pada kisaran 45–60 USD per barel. Ditambah angka lifting minyak 771 ribu–815 ribu bph (barel per hari) seperti tahun lalu.
"Terkait asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada kisaran 45-60 dolar AS per barel. Fraksi PKS berpendapat bahwa ICP pada tahun 2018 akan masih fluktuatif disebabkan oleh pengaruh supply and demand dan juga geopolitik di beberapa negara penghasil minyak," kata Rofi, Sabtu (3/6/2017).
Rofi menjelaskan, proyeksi IMF bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2017 dan 2018 akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2016. Maka pertumbuhan tersebut akan mempengaruhi peningkatan permintaan minyak bumi. Namun, terdapat kemungkinan bawah negara-negara OPEC dan non-OPEC yang menyatakan akan kembali memotong produksinya hingga tahun 2018.
"Saya mendorong pemerintah untuk lebih cermat dalam memprediksi harga minyak dunia dan trend-nya kedepan, sehingga dapat dilakukan perhitungan yang lebih akurat dalam menentukan ICP. Pemerintah juga perlu mengembangkan mekanisme lindung nilai (hedging) yang memungkinkan untuk stabilisasi," jelasnya.
Ketua Kelompok Komisi VII Fraksi PKS ini menambahkan, terhadap target pemerintah perihal lifting minyak pada tahun 2018 sebesar 771 ribu-815 ribu bph (barel per hari). Fraksi PKS menyayangkan terjadi stagnasi target untuk tahun 2018. Bahkan cenderung turun.
Penurunan target lifting ini diakibatkan proses transisi pengelolaan blok migas Mahakam yang berlarut-larut, sehingga lifting Migas di blok Mahakam drop hingga puluhan ribu BPH. Juga terjadi penurunan lifting migas di blok Rokan yang dikuasai Chevron.
Fraksi PKS mendorong pemerintah untuk mempercepat transisi pengelolaan blok migas yang akan habis kontraknya dalam 2 tahun mendatang.
"Hal ini menandakan bahwa upaya pemerintah masih dirasakan kurang sehingga pengelolaan sektor migas nasional mengalami kemunduran yang sangat signifikan dan berlangsung terus menerus serta tidak dianstisipasi dengan baik," tegasnya.
Ia memahami sekali terkait dengan permasalah mendasar yang dihadapi dalam lifting minyak bumi yaitu seperti sumur yang tua, rendahnya investasi dan hubungan kelembagaan antar pengelola dan pemerintah yang selalu menjadi lingkaran jebakan dan tidak terselesaikan hingga saat ini.
Maka itu, Rofi mendorong pemerintah perlu melakukan terobosan baru untuk dapat mencapai target tersebut.
"Faktor penting dan mendesak diantaranya adalah penyelesaian perubahan RUU Migas yang diharapkan akan memberikan dampak signifikan dalam menggairahkan kembali investasi di sektor Migas," pungkasnya.