Selasa, 23 Mei 2017 14:05 WIB

Komnas HAM Kecam Tindakan Penangkapan Polres Jakut Terhadap 144 Pria Gay

Editor : Sandi T
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron.(ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mempertanyakan tindakan jajaran Polres Jakarta Utara saat melakukan aksi penggerebekan di Atlantis Gym and Sauna yang diduga dijadikan lokasi praktik prostitusi sesama jenis.

"Komnas HAM menyesalkan aksi penangkapan 144 orang oleh Resmob Polres Jakarta Utara di Atlantis Gym and Sauna yang diduga melakukan praktik prostitusi. Aksi ini dilakukan dengan penggerebekan, yang disertai tindakan tidak manusiawi lain," ujar Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Menurut Nurkhoiron, dari aduan yang diterima Komnas HAM para pelaku asusila sesama jenis digerebek, ditangkap, dan digiring menuju Polres Jakarta Utara tanpa busana dan dimasukkan ke dalam bis angkutan kota.

Meskipun telah didampingi oleh kuasa hukum dari Koalisi Advokasi untuk Tindak Kekerasan terhadap Kelompok Minoritas, para korban tetap diperlakukan secara sewenang-wenang oleh kepolisian dengan memotret para korban dalam kondisi tidak berbusana dan kemudian menyebarkan foto tersebut secara viral melalui pesan singkat, media sosial, maupun pemberitaan.

"Tindakan kepolisian ini merupakan penyalahgunaan kekuasaan secara berlebihan, tidak menghormati hak asasi manusia dan mengesampingkan asas praduga tak bersalah yang seharusnya dihormati dalam proses penegakan hukum," tegas Nurkhoiron.

Dia menyatakan pemuatan konten berita secara berlebihan dan penyebaran foto secara viral atas kelompok gay dapat menggeneralisasi mereka sebagai sumber kriminal dan asusila.

Berita seperti ini menggandakan tindakan diskriminatif dan oleh karena itu bertentangan dengan UUD 1945, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"Secara khusus Pasal 28I (2) UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit 'setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu'," kata dia.

Dia melanjutkan, penangkapan yang disertai dengan penelanjangan busana bertentangan dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, UU 39/1999 tentang HAM, Kovenan Internasional Hak-hak Sipil Politik dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Keji, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1998 dijabarkan hak atas privasi dan hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang keji, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.

"Padahal Indonesia telah mengesahkan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil Politik melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia melalui UU Nomor 5 Tahun 1998.

Selain itu, dalam Pasal 18 dalam UU 39 Tahun 1999 menjamin setiap orang untuk ditangkap, ditahan, dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Oleh sebab itu, Komnas HAM secara kelembagaan meminta: 

1. Kepolisian Republik Indonesia khususnya Polres Jakarta Utara agar dapat menghormati hak asasi manusia pada saat melakukan proses hukum terhadap kelompok minoritas dengan orientasi seksual yang berbeda.

2. Kepolisian Republik Indonesia menaati konvensi anti penyiksaan untuk dilaksanakan dalam tugas sehari-hari kepolisian.

3. Kepolisian Republik Indonesia khususnya Polres Jakarta Utara agar tidak menyebarluaskan foto/data/informasi pribadi korban yang dapat menurunkan martabat kemanusiaan.

4. Polres Jakarta Utara untuk berpegang pada praduga tak bersalah kepada korban.

5. Polres Jakarta Utara agar segera membebaskan korban yang dinyatakan tidak bersalah dan memulihkan nama baiknya.

6. Media dan masyarakat umum untuk tidak ikut menyebarluaskan foto/data/informasi korban demi penghormatan hak asasi manusia.

7. Media untuk melakukan pemberitaan yang seimbang agar tidak meningkatkan stigmatisasi terhadap kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas jender.

"Keterangan pers ini disampaikan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Komnas HAM dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenang yang telah dimandatkan dalam rangka menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemajuan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia," jelas Nurkhoiron.

sumber: antara


0 Komentar