Rabu, 10 Mei 2017 14:18 WIB

KPK Periksa Lima Saksi Kasus e-KTP

Editor : Sandi T
Febri Diansyah. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan lima saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi proyek e-KTP.

"Lima orang itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus (AA)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (10/5/2017).

Lima saksi yang akan diperiksa itu, yakni dua PNS Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Arief Sartono dan Meidy Layooari, PNS Staf Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri Kristian Ibrahim Moekmin, Staf Pengajar Institut Teknologi Bandung (ITB) Saiful Akbar, dan Dosen ITB Maman Budiman.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK sedang mendalami peran salah satu perusahaan yang mengikuti tender proyek pengadaan paket penerapan e-KTP.

KPK pada Senin (8/5/2017) memeriksa tiga orang saksi dalam penyidikan kasus tersebut dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong, yaitu mantan anggota DPR RI 2004-2009 Antarini Malik, dan dua orang dari swasta masing-masing Onny Hendro Adhiaksono, dan Deniarto Suhartono.

"Untuk salah satu saksi dari kasus e-KTP dengan tersangka Andi Agustinus (AA), yaitu Deniarto Suhartono penyidik mendalami kaitan saksi dengan salah satu perusahaan yang ikut dalam salah satu tender KTP-e yaitu PT Mukarabi," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta, Senin (8/5/2017).

Dalam pemeriksaan, kata Febri, KPK juga mendalami soal kepemilikan PT Mukarabi dan tentu juga mengecek kembali keterkaitannya dengan sejumlah pihak lainnya dalam penyidikan tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP itu.

Sementara untuk dua saksi lainnya, yaitu mantan anggota DPR RI 2004-2009 Antarini Malik dan Onny Hendro Adhiaksono dari swasta, KPK akan menjadwalkan pemanggilan ulang untuk dua saksi itu karena berhalangan hadir dalam pemeriksaan pada Senin.

Dalam dakwaan perkara tindak pidana korupsi proyek e-KTP disebutkan Andi Agustinus alias Andi Narogong membentuk tiga konsorsium yaitu konsorsium Percetakan Negara Indonesia, konsorsium Astapraphia, dan konsorsium Murakabi Sejahtera.

Seluruh konsorsium itu sudah dibentuk Andi Narogong sejak awal untuk memenangkan Konsorsium Percetakan Nasional Indonesia untuk dengan total anggaran Rp5,95 triliun dan mengakibatkan kerugian negara Rp2,314 triliun.

Dalam dakwaan juga disebut beberapa anggota tim Fatmawati, yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila, alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan menerima masing-masing sejumlah Rp60 juta terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.

Diketahui juga dalam proses lelang dan pengadaan itu diatur oleh Irman, Sugiharto dan diinisiasi oleh Andi Agustinus yang membentuk tim Fatmawati yang melakukan sejumlah pertemuan di ruko Fatmawati milik Andi Agustinus.

Andi Agustinus disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

sumber: antara


0 Komentar