Kamis, 04 Mei 2017 14:42 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Direktur Utama PNRI 2009-2013, Isnu Edhi Wijaya yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara e-KTP menceritakan perkenalan dengan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Kapan kenal dengan Irman?," tanya Jaksa Penuntut Umum KPK, Abdul Basir dalam lanjutan sidang e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (4/5/2017).
"2009, saat kami ikut proyek uji petik ketika proses Proof of Concept (POC), Irman ditugaskan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Di situlah kami kenal," jawab Direktur Utama Percetakan Negara RI (PNRI) itu.
Sementara soal Andi Narogong, Isnu menyatakan bahwa dirinya mengenal Andi sebagai seorang pengusaha.
"Dia pengusaha, dia ikut terlibat lah dalam proyek ini. Kami pernah undang dia, dia undang pihak lain dan kami saling sharing," kata Isnu.
Selanjutnya, Jaksa Basir menanyakan soal hubungan Isnu dengan tim Fatmawati dalam perkata tersebut.
"Saudara datang ke Ruko Fatmawati yang dibahas apa?," tanya Basir.
"Kami hanya diskusi saja dan dengarkan presentasi dari beberapa pihak tentang teknologi kartu, fitur, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk mencari peluang kerjaan yang nanti mampu kami kerjakan sehingga info dari manapun harus kami cermati dengan baik," jawab Isnu.
Isnu pun menyatakan bahwa pertemuan itu berhubungan dengan proyek pengadaan e-KTP sebelum ada pengumuman dari pemerintah.
"Pernah lihat Andi dan Irman," tanya Jaksa Basir lagi.
"Saya pernah dipanggil oleh Irman dan dikenalkan dengan Andi," jawab Isnu.
"Di mana dan apa yang dikatakan Irman?," tanya Jaksa Basir.
"Di kantor ada Andi, saya, dan Irman. Irman mengatakan silahkan komunikasi dengan Andi, ini orang yang nanti koordinasi," jawab Isnu.
Dalam dakwaan disebutkan Andi Agustinus alias Andi Narogong membentuk tiga konsorsium yaitu konsorsium Percetakan Negara Indonesia, konsorsium Astapraphia, dan konsorsium Murakabi Sejahtera. Seluruh konsorsium itu sudah dibentuk Andi Narogong sejak awal untuk memenangkan Konsorsium Percetakan Nasional Indonesia untuk dengan total anggaran Rp5,95 triliun dan mengakibatkan kerugian negara Rp2,314 triliun.
Dalam dakwaan juga disebut beberapa anggota tim Fatmawati, yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila, alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan menerima masing-masing sejumlah Rp60 juta terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Diketahui juga dalam proses lelang dan pengadaan itu diatur oleh Irman, Sugiharto dan diinisiasi oleh Andi Agustinus yang membentuk tim Fatmawati yang melakukan sejumlah pertemuan di ruko Fatmawati milik Andi Agustinus.
Dalam dakwaan juga disebut bahwa manajemen bersama konsorsium PNRI menerima uang sejumlah Rp137,989 miliar dan Perum PNRI sejumlah Rp107,710 miliar terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
sumber: antara