Kamis, 04 Mei 2017 21:01 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Lembaga riset the Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemberdayaan petani paska-reforma agraria merupakan kunci kesuksesan kebijakan tersebut agar tidak berhenti pada praktik bagi-bagi lahan.
"Jadi percuma lahan sudah diberi tetapi tanpa pemberdayaan dan pendampingan para petani," kata peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara dalam jumpa pers dengan tema "Ketimpangan Lahan dan Reforma Agraria" di Kantor Indef Jakarta, Kamis (4/5/2017).
Ia mengatakan tanpa pemberdayaan dan pendampingan maka tidak ada jaminan petani yang sudah memiliki lahan bisa sejahtera. Bahkan, petani bisa saja menjadi lebih terpuruk dibandingkan sebelum mendapatkan lahan hasil reforma agraria.
Bhima menjelaskan praktik reforma agraria di Malaysia yang diwujudkan dalam kelembagaan the Federal Land Development Authority (Felda) dapat menjadi model keberhasilan bagi penerapan reforma agraria di Indonesia, terutama yang menyangkut pemberdayaan petani.
Felda di Malaysia memiliki sistem kelembagaan petani Jawatan Kuasa Kemajuan Rancangan (JKKN) yang menunjukkan bahwa pembentukkan kelompok petani merupakan syarat keberhasilan reforma agraria.
Tujuan dibentuk kelompok petani, yang beranggotakan 10 sampai 15 orang, berkaitan erat dengan kemudahan pendampingan oleh pemerintah maupun pemberian bantuan teknis. Kelompok petani juga dinilai memudahkan pemerintah mengawasi dan memastikan lahan tetap produktif dan tidak beralih kepemilikan.
Selain itu, Bhima juga mengatakan perlu dibentuk lembaga baru yang memiliki fungsi pemberdayaan petani dan memastikan hasil produksi terserap seluruhnya oleh pasar. Lembaga tersebut dapat berbentuk otoritas pengelola reforma agraria dan secara kelembagaan berada langsung di bawah Presiden.
"Ini juga untuk memudahkan pembuatan regulasi dan koordinasi lintas instansi pemerintah," kata dia.
Sebagaimana diketahui, kebijakan reforma agraria oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan wujud komitmen pemerintah menata ulang sumber-sumber agraria, khususnya tanah. Kebijakan tersebut menerapkan proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan, penguasaan atau akses, dan penggunaan lahan.
Reforma agraria merupakan salah satu konfigurasi program ekonomi berkeadilan di sektor lahan melalui proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan penguasaan dan penggunaan lahan.
Dalam kebijakan tersebut, pemerintah akan fokus pada tanah objek reforma agraria (TORA) yang diproyeksikan seluas sembilan juta hektare dan perhutanan sosial menyangkut legalitas akses seluas 12,7 juta hektare.
Selain bertujuan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan tanah, reforma agraria juga diharapkan mampu mengembangkan usaha pertanian dengan metode aglomerasi atau klaster.
sumber: antara