Jumat, 28 April 2017 07:09 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Badan pengungsi PBB mengkritik rencana pemerintah Myanmar untuk memindahkan kelompok Muslim Rohingya yang mengungsi karena kekerasan baru-baru ini di desa-desa mirip dengan kamp.
PBB mengatakan hal itu berisiko memicu ketegangan. Rencana itu tertuang dalam dokumen yang didapatkan oleh Reuters, Kamis (27/04/2017).
Rencana, yang telah dikonfirmasi oleh seorang pejabat tingkat senior, telah memicu ketakutan di antara penduduk bahwa mereka secara de facto akan tiba di kamp-kamp pengungsi. Dokumen tersebut di buat oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Myanmar.
Sekitar 75 ribu etnis Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh. Mereka mengungsi setelah pasukan keamanan Myanmar menggelar operasi pascapenyerangan terhadap pos penjaga perbatasan di barat laut Myanmar bulan Oktober lalu oleh gerilyawan Rohingya. Pasukan keamanan dituduh melakukan pembunuhan massal dan perkosaan selama operasi.
Beberapa dari mereka yang melarikan diri sekarang telah kembali dan membangun tempat penampungan sementara. Namun pihak berwenang telah melarang mereka membangun kembali rumah mereka secara permanen dengan alasan "pembatasan keamanan", menurut penduduk yang berbicara dengan Reuters dan dokumen PBB.
Sebagai gantinya, pihak berwenang telah merencanakan sebuah rencana untuk memindahkan sekitar 1.152 rumah tangga dari 13 dusun yang tersebar ke dalam kamp model desa yang lebih besar dan lebih mudah dikelola.
Dalam sebuah catatan advokasi setebal tiga halaman bertanggal 25 April dan beredar di antara badan-badan kemanusiaan, UNHCR memperingatkan bahwa rencana tersebut dapat menciptakan ketegangan lebih lanjut di desa-desa yang baru-baru ini diliputi oleh kekerasan tersebut.
"Berdasarkan informasi yang tersedia di desa-desa model dan kekhawatiran yang menjadi perhatian kami oleh penduduk desa yang terkena dampak, UNHCR menekankan pentingnya memungkinkan masyarakat pengungsi untuk kembali ke tempat asalnya dan memiliki akses ke sumber penghidupan mereka sebelumnya," juru bicara UNHCR Myanmar, Andrew Dusek, mengatakan melalui email saat dihubungi untuk mengomentari dokumen tersebut.
Sementara Dusek mengatakan bahwa UNHCR memahami bahwa rencana tersebut masih dalam tahap rancangan dan mungkin belum selesai, sekretaris pemerintah negara Rakhine Tin Maung Swe mengatakan bahwa pemerintah daerah telah mulai menerapkannya.
Tin Maung Swe mengatakan bahwa relokasi berada dalam kepentingan penduduk karena "desa model" akan lebih dekat dengan layanan pemerintah. Desa Rohingya di Rakhine pedesaan utara disusun "secara acak" saat ini, katanya.
"Jika desa-desa ini tidak sistematis, mereka tidak akan berkembang dan akan sulit membangun rumah sakit, sekolah dan kantor polisi," kata Tin Maung Swe.
"Juga kita akan kesulitan untuk mengurus keamanan di wilayah ini," imbuhnya.
Menurut dokumen UNHCR dan penduduk, pemerintah telah mulai membuka lahan untuk "desa model". Masing-masing rumah tangga nantinya akan mendapat plot seluas 220 meter persegi dan sekitar 150 dolar untuk membangun rumah.
Dokumen UNHCR mengatakan bahwa warga takut kehilangan akses ke lahan pertanian dan tempat memancing mereka. Warga takut terjebak dalam apa yang akan menjadi seperti kamp pengungsi. "Sebuah relokasi paksa ke 'desa model' tidak akan mencapai stabilisasi di wilayah ini," kata dokumen UNHCR(exe/ist)