Jumat, 21 April 2017 14:31 WIB
JAKARTA,Tigapilarnews.com - Beberapa waktu lalu Parlemen Uni Eropa resmi mengeluarkan resolusi sertifikasi produk sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit. Alasannya lantaran produksi sawit menimbulkan masalah deforestasi, korupsi, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Indonesia sebagai salah satu negara penghasil sawit terbesar yang menghasilkan sekira 80 persen CPO (Crude Palm Oil) dunia dengan angka produksi mencapai 33 sampai 34 juta ton per tahun melayangkan nota protes atas resolusi tersebut.
Ketua Komite II DPD RI, Parlindungan Purba menilai langkah pemerintah tersebut sudah tepat, tapi pemerintah harus menjadikan momentum tersebut sebagai bahan introspeksi tata kelola sawit dalam negeri.
"Kita harus jadikan momentum perbaikan industri sawit dalam negeri sehingga standar komoditas dan tata kelola sawit kita menjadi lebih baik lagi,"kata Parlindungan Purba di gedung DPD, Jumat (21/4/2017).
Ia menambahkan, saat ini sawit di Indonesia baru 1,82 juta hektar yang sudah mendapatkan sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Itu artinya baru 13 hingga 14 persen dari seluruh lahan kelapa sawit di Indonesia yang bersertifikat memenuhi standar.
"Hingga saat ini baru 1,82 juta hektar yang sudah mendapatkan sertifikasi RSPO, artinya masih banyak lahan yang belum disertifikasi, untuk itu perlu kita dorong bersama agar seluruh lahan kelapa sawit di Indonesia mendapat sertifikat standar sawit berkelanjutan,"pungkasnya.